Langsung ke konten utama

manajemen likuiditas



A.    Manajemen Likuiditas Bank
Likuiditas pada umumnya didefinisikan sebagai kepemilikan sumber dana yang memadai untuk memenuhi seluruh kebutuhan dan kewajiban yang akan jatuh tempo. Dengan kata lain, likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya pada saat ditagih.
Menjaga likuiditas penting bagi sebuah perusahaan, baik perusahaan jasa perbankan maupun perusahaan industri, karena likuiditas dapat mempengaruhi tingkat kredibilitas perusahaan bersangkutan.
Sebagaimana diketahui perbankan adalah lembaga yang bertugas sebagai perantara antara pemilik dana dan pemakai dana sehingga bank akan berperan untuk sebagai pengganti pemilik dan pemakai dana. Peran sebagai pemilik dana adalah berkewajiban untuk membayar ke pemilik dana apabila pemakai dana tidak melunas kewajibannya dan peran sebagai pemakai dana adalah pemilik dana menarik dananya sebelum jatuh tempo atau sebelum waktu yang ditentukan. Dengan kata lain sebagai lembaga perbankan di satu sisi bank harus menjaga penarikan dana dari sumber dana yang dititipkannya seperti giro, deposito, tabungan dan sebagainya. Sementara di sisi lain bank harus menjaga penarikan permintaan dana seperti kredit yang diberikan, pembelian peralatan dan sebagainya.
Menjaga dari kemungkinan kemungkinan tersebut maka bank harus mempunyai asset yang likuid sebanyak kewajibannya. Namun karena asset yang likuid mempunyai karakterisitik tidak menghasilkan bunga, maka apabila bank mempunyai asset likuid yang besar jumlahnya profitabiltas dapat terganggu.
Suatu bank dinilai telah memiliki tingkat likuiditas yang cukup apabila bank tersebut setiap saat dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera (current obligations) terhadap pihak ketiga atau pihak-pihak lain di luar bank yang antara lain meliputi
a.       Pemenuhan kewajibannya berupa penempatan dana giro pada bank sentral sebesar ketentuan mengenai GWM yaitu minimum 5%  dari dana pihak ketiga yang tersimpan pada bank dan berupa pemenuhan komitmen serta kewajiban lainnya pada Pasar Uang antar Bank.
b.      Pemenuhan kewajiban atas penarikan dana dana pihak ketiga atau dana masyarakat yaitu berupa penarikan giro, tabungan dan deposito yang telah jatuh waktu dan kewajiban bank lainnya yang berakar dari sisi pasiva neraca bank.
c.       Pemenuhan kewajiban terhadap penarikan pinjaman yang telah disetujui bank atas penarikan kredit dan sisa kelonggaran tarik pinjaman (disposable credit) oleh nasabah serta pemenuhan kewajiban bank lainnya yang berakar dari sisi aktiva neraca bank.
Dalam manajemen  likuiditas tingkat likuiditas dan rentabilitas bank tidak selalu berjalan searah. Saat tingkat likuiditas tinggi, tingkat rentabilitas belum tentu tinggi pula.
Tetapi sebaliknya pada tingkat likuiditas rendah kita akan mampu mencapai tingkat rentabilitas tinggi, karena likuiditas yang berlebihan dapat menekan rentabilitas perusahaan, sementara likuiditas yang terlalu kecil dapat meningkatkan resiko likuiditas bank.
Batasan kesempatan trade off antara likuiditas dan rentabilitas adalah sebagai berikut. Pada kondisi pasar tertentu sebuah bank tidak akan dapat memenuhi seluruh sasaran asset liability management sekaligus. Hal ini mengakibatkan diperlukannya trade off di antara sasaran-sasaran tersebut dengan cara: pendapatan dikorbankan untuk menurunkan resiko suku bunga dan risiko likuiditas. Risiko likuiditas meningkat karena gap repricing diubah guna memanfaatkan yield curve sedangkan resiko suku bunga meningkat karena jumlah likuiditas yang ingin dicapai semakin besar.
Pengendalian likuiditas ini terutama ditujukan agar bank terhindar dari resiko pendanaan (funding risk) di mana bank tidak memiliki dan menguasai dana yang cukup untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya tersebut dan terhindar dari risiko tingkat suku bunga (interest rate risk).
Funding risk adalah risiko kegagalan bank dalam memprediksi dengan tepat kebutuhan dana bank yang diperlukan oleh para nasabahnya dan bank tidak berhasil memonitor maturity people atas account pada sisi aktiva dan pasiva neraca bank, yang mencerminkan potensi pasokan dan kebutuhan dana bank dalam memenuhi kewajiban dan komitmennya sendiri, baik secara internal maupun terhadap pihak eksternal. Sedangkan interst rate risk dapat terjadi karena unsur unsur account pada sisi pasiva dan aktiva neraca bank memiliki tingkat suku bunga, potensi nilai dan jangka waktu pencairan yang berbeda –beda. Dari sini kelihatan bahwa yang dimaksud dengan risiko tingkat suku bunga adalah risiko yang ditimbulkan oleh terjadinya perubahan atas tingkat suku bunga yang berpengaruh buruk terhadap pendapatan dana atau pengeluaran biaya oleh bank. Dengan terjadinya risiko tingkat suku bunga ini, bank dapat terpaksa memikul kerugian karena membayar kewajibannya itu dengan mencairkan lebih cepat aset yang memiliki potensi nilai atau  yang memberiak potensi bunga yang lebih tinggi di masa depan. Perlu diingat bahwa mencairkan aset atau tagihan yang belum jatuh waktu akan terkan diskon dan sebaliknya penundaan atas pelunasan kewajiban justru dapat terkena beban bungan tambahan yang lebih tinggi.
Oleh karena itu manajemen likuiditas diarahkan agar bank dapat menghindari atau sedikitnya memperkecil kemungkina terjadinya risiko likuiditas di mana bank tidak memiliki dana yang cukup. Maka untuk memenuhi kewajibannya, bank harus mencari sumber pendanaan dengan membayar tingkat suku bunga yang lebih tinggi di pasar uang atau melalui PUAB atau bank terpaksa mencairkan sebagian assetnya dengan harga yang lebih rendah, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Di samping itu terdapat pula efek negatif lainnya apabila bank seringkali mengalami kesulitan likuiditas seperti itu. Apabila bank dalam periode yang pendek, seringkali tercatat sebagai net-borrower di PUAB atau seringkali mengalami “kalah kliring” dan bahkan bank sentral pernah menghentukan keikutsertaannya dalam kliring, maka bank-bank lainnya yang menjadi net lender akan selalu menawarkan tingkat suku bunga pinjaman yang relatif lebih tinggi dari rata-rata tingkat suku bunga PUAB. Jika hal itu diketahui oleh pihak lain di luar perbankan , maka hal itu dapat memicu terjadinya rush berupa penarikan dana dalam jumlah besar serta serentak dari para deposan bank yang dapat menyebabkan bank makin mengalami kesulitan likuiditas dan rentabilitas yang parah.
Resiko kesulitan likuiditas sebagaimana digambarkan di atas dapat terjadi pula jika:
1.      Bank mengalami mismatch di mana sumber-sumber pendanaan bank yang berjangka pendek telah ditempatkan pada penanaman dana yang berjangka panjang. Gap di antara kedua maturity profile antara sumber sumber pendanaan dan penanaman dana bank tersebut dapat memicu terjadinya kesulitan likuiditas bagi bank.
2.      Demi mengejar rentabilitas yang lebih tinggi , bank melakukan ekspansi pemberian kredit yang terlalu ekspansif di mana besaran Loan to Deposit Ratio (LDR) nya telah melampaui ambang batas 110%. Hal itulah yang merupakan benturan antara kepentingan bank dalam mengejar tingkat rentabilitas yang tinggi (di mana karenanya bank dapat terhempas oleh kesulitan likuiditas) dengan penjagaan likuiditas yang terlalu berhati-hati (di mana karenanay pula bank hanya akan berhasil membukukan tingkat rentabilitas yang lebih rendah)
3.      Bank dilanda berbagai rumor atau terkait dengan peristiwa buruk yang mempengaruhi citranya di mata masyarakat atau karena publikasi kinerjanya yang sangat buruk , yang menyebabkan terjadinya gelombang rush penarikan dana besar-besaran dalam jangka waktu yang singkat oleh para deposan atau oleh para kreditur bank lainnya.

Informasi pendukung
Penjagaan tingkat likuiditas sangat membutuhkan informasi pendukung yang perlu diperhatikan baik baik oleh ALCO maupun oleh pemimpin Treasury Department.
Dalam hal ini ALCO berperan pentingg karena ia harus menyediakan tingkat likuiditas (basic surplus, perkembangan reserves), laporan bulanan dari perkiraan kebutuhan likuiditas di waktu mendatang tiga bulan yang akan datang), kejadian – kejadian penting yang dinilai mempengaruhi  tingkat likuiditas, tindakan-tindakan sekarang maupun di waktu masa mendatang, dan peraturan peraturan serta perkiraan perubahannya di masa mendatang yang akan memengaruhi perkembangan pasar uang dan likuiditas.

B.     Likuiditas Bank di Tengah Krisis Moneter dan Multidimensi
Sejak bulan Juli tahun 1997 (krisis moneter), terjadi rush besar-besaran yang dilakukan oleh nasabah. Rush tersebut terjadi akibat ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam mengendalikan krisis moneter. Krisis moneter ini terjadi akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika.
Untuk mengatasi jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap US$, Bank sentral telah melakukan sejumlah kebijakan yaitu :
·         Melepas band kurs intervensi
·         Mengambangkan nialai tukar rupiah tergantung pada kekuatan-kekuatan pasar uang
·         Mengeluarkan kebijakan uang ketat atau money tight policy
*berikut adalah beberapa kebijakan uang ketat yang dilakukan oleh bank sentral:
·         Menahan pengeluaran anggaran belanja rutin pemerintah (dari sisi kebijakan fiskal)
·         Penghentian pembelian SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) oleh Bank Indonesia (dari sisi kebijakan moneter)
·         Meningkatkan tingkat suku bunga SBI sampai dua kali lipat
·         Mengalihkan deposito berbagai BUMN, berbagai yayasan dana pension, dan lain lain  menjadi SBI
Pada saat krisis tersebut terjadi, beberapa bank mengalami mismatch likuiditas. Hal ini terjadi ditandai dengan adanya pengamanan dana nasabah dari bank-bank yang dipandang lemah ke bank-bank yang dianggap kuat pada saat terjadi krisis tersebut. Bank-bank yang lemah ini mengalami kekurangan likuiditas saat terjadi penarikan dana nasabah secara besar-besaran, maka dari itu bank-bank tersebut segera mencari dana pinjaman. Dana tersebut mereka pinjam dari PUAB (Pasar Uang Antar Bank). Namun, bank-bank yang menjadi net-lender menghentikan pasokan dananya dari PUAB, akibatnya bank-bank yang menjadi net-borrower mulai menggunakan dana mereka sendiri yang ada pada Bank Sentral
Dengan berlanjutnya rush, saldo giro bank-bank pada Bank Sentral yang digunakan bank-bank net-borrower untuk menutupi kebutuhan likuiditasnya menjadi semakin menyusut. Penyusutan tersebut semula hanya terjadi pada saldo dana diatas batas minimum GWM nya, namun akhirnya merembet sampai kepada dana GWM mereka, dimana hal tersebut melanggar ketentuan GWM. Parahnya hal ini juga mengakibatkan bank-bank mengalami saldo debet atau saldo negative atau overdraft. Hingga akhir agustus pada tahun tersebut tercatat sudah 51 bank umum yang melanggar ketentuan GWM dan terdapat 29 bank umum yang mengalami saldo debet atau saldo negartif atau overdraft
Kesalahan fatal yang telah dilakukan akibat adanya intervensi yang dilakukan terhadap Bank Sentral pada saat itu adalah Pemerintah menerbitkan program penjaminan pembayaran kewajiban terhadap bank-bank umum dan Bank tidak Sentral menghentikan keikutsertaan bank-bank bersaldo debet pada kegiatan kliring berikutnya.
Program penjaminan pembayaran kewajiban yang diterbitkan oleh pemerintah bertujuan untuk mencegah terjadinya systemic risk, dimana itu merupakan suatu efek domino yang menyeret bank-bank yang sehat kedalam kesulitan likuiditas yang parah. Namun, sayangnya program ini tidak berjalan dengan efektif akibatnya malah menimbulkan sekandal Bank Bali dan skandal BLBI
Menghentian kegiatan kliring bagi bank-bank yang memiliki saldo debet juga merupakan hal yang dilematis yang dihadapi Bank Sentral. Namun adanya fakta bahwa terdapat beberapa bank yang bahkan jauh sebelum krisis tidak lagi solvable, diantara bank-bank yang menikmati BLBI tersebut, pengucuran dana yang sedemikian besar hanya sekadar mengisi ember yang bocor saja, hal ini merusak efek positif yang diharapkan dari kebijakan uang ketat yang ditetapkan pemerintah.
Lepas dari hal tersebut, ternyata masih ada beberapa bank umum yang berhasil keluar dari krisis tersebut karena melaksanakan ALM nya dengan baik yaitu meliputi :
·         Bank-Bank Umum (Devisa dan Non Devisa) dengan tingkat LDR normal (antara 85%-110%), yang dapat mempertahankan posisinya sebagai net-lender dalam PUAB dan tidak mengalami mis,atch likuiditas
·         Bank-bank Devisa yang sekaligus pula membukukan NOP (Net Open Position) neraca yang square.

C.    Kebutuhan dan Sumber Dana Dana Untuk Pemenuhan Liquiditas Bank
Kebutuhan Liquiditas Bank
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank memerlukan liquiditas guna memenuhi berbagai jenis kebutuhan yang meliputi:
1.      Keperluan untuk memenuhi uang kas untuk kegiatan operasional bank sehari-hari, untuk ditempatkan sebagai saldo minimum rekening operasional pada bank-bankkoresponden sertasebagai GWM sesuai dengan ketentuan, pada Bank Sentral. Untuk itu, bank dapat menggunakan dana yang ditempatkan sebagai cadangan primer (primary reserves).
2.      Kebutuhan likuiditas jangka pendek (kurang dari setahun) yang meliputi keperluan untuk melayani penarikan dana-dana dari masyarakat (penarikan sebagian saldo giro melalui penarikan cheque atau bilyet giro, deposito yang jatuh waktu serta penarikan simpanan atau tabungan dan lain-lain), untuk memenuhi kredit jangka pendek lainnya. Untuk keperluan ini, disamping dari pemasukan baru dana masyarakat (berupa penempatan atau penambahan giro, deposito dan tabungan serta sumber-sumber dana masyarakat lainnya), bank dapat menggunakan dana dari pencarian cadangan sekunder (secondary reserves) yang ditempatkan dalam bentuk SBI, SBPU, sertifikat deposito, commercial paper, dan lain-lain.
3.      Kebutuhan likuiditas musiman (cyclical). Kebutuhan likuiditas musiman ini dapat berupaa kebutuhan jangka pendek (kurang dari setahun) atau berupa kebutuhan  jangka menengah (kurang dari tiga tahun). Kebutuhan musiman tersebut dapat terjadi karena adanya peristiwa tertentu yang senantiasa berulang, misalnya terjadi penarikan dana oleh masyarakat pada periode menjelang hari raya tertentu, menjelang musim liburan sekolah atau menjelang akhir tahun. Kebutuhan cyclical tersebut juga dapat terjadi akibat dari panen raya sesuatu komoditas pertanian atau perkebunan, berupa panen raya hasil tanaman berumur panjang tertentu pada suatu wilayah tertentu yang berulang dalam jangka panjang yaitu berupa trend kebutuhan likuiditas yang terkait langsung dengan kinerja perekonomian makro yang diindikasikan melalui perubahan pada fundamental perekonomian.
      Growth atau pertumbuhan ekonomi memerlukan pasokan likuiditas yang cukup untuk membiayainya dan karenanya lembaga perbankan secara keseluruhan harus mampu menyusun kebutuhan likuiditas jangka panjang dalam mengantisipasi terjadinya pertumbuhan ekonomi tersebut. Secara individual pun, masing-masing bank harus dapat menyusun proyeksi perkiraan kebutuhan likuiditas jangka panjang dengan menyusun perkiraan pertumbuhan aset bank. Tentu hal tersebut dikaitkan dengan kebuthan layanan perbankan yang diperlukan oleh para nasabah potensialnya atau mungkin digarap melalui inisiatif yang dilakukan oleh bank sendiri dalam memanfaatkan potensi market yang tersedia baginya.

D.    Sumber Dana untuk Memenuhi Kebutuhan Likuiditas
Ada berbagai sumber pendanaan yang dapat dipergunakan oleh bank, guna memenuhi kebutuhan likuiditasnya, yaitu :
1.      Dana-dana dari masyarakat berupa penempatan netto dari giro, deposito, tabungan dan lain-lain. Penempatan neto (surplus antara penarika perpanjangan dan penempatan dana baru)dari para depossan bank dan lain-lain ini merupakan potensi dari pertumbuhan asset bank yang dapat ditempatkan pada aktiva produktif bank untuk memperoleh net-spread interest.
2.      Bagian asset bank yang dapat dicairkan dan yang telah jatuh waktu pembayaran. Termasuk dalam bagian ini adalah pelunasan kembali kredit dari nasabah dan pencairan surat-surat berharga likuid yang telah jatuh waktu.
3.      Penjualan aset (tagihan) bank. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang tidak dapat lagi dipenuhi oleh sumber-sumber pendanaan lainya yang likuid, bank dapat mencairkan (apabila dianggap sangat mendesak dan sangat diperlukan) secondary reserves berupa SBI, SBPU, sertifikat deposito, commercial paper, dan lain-lain.
4.      Melakukan pinjaman dana baru. Untuk ini bank dapat melakukan pinjaman berupa interbank call money (sering kali disebut call money), yaitu berupa pinjaman yang relatif berjangka waktu pendek (singkat) dari bank lainya atau dalam bentuk penyediaan money market line sebagai potensi pasokan dana siaga. Pinjaman ini biasa nya digunakan oleh suatu bank untuk menutup saldo debet yang menyebabkanya kalah kliring atau untuk menutupi kebutuhan dananya yang sangat mendesak. Pinjaman dana baru dapat pula dilakukan dalam bentuk deposit on call yang merupakan dana yang bersumber baik dari lembaga-lembaga keuangan maupun dari pihak ketiga lainya yang penarikanya kembali hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan sebelumnya. Dengan demikian, deposit on call ini tidak memiliki waktu jatuh tempo tertentu selama si pemilik dana belum memberitahukan waktu penarikanya kembali.
5.      Memanfaatkan faasilitas pinjaman yang disediakan Bank Sentral sebagai bagian dari perananya sebagai lender of the last resort berupa pemberian fasilitas diskonto, kredit likuiditas, dan lain-lain. Meskipun jenisnya telah jauh berkurang dibandingkan ketika Bank Sentral belum merupakan lembaga yang independen, masih ada beberapa fasilitas pinjaman yang dapat dimanfaatkan oleh para perbankan dari Bank Sentral. Fasilitas itu dapat berupa penjualan SBPU pada Bank Sentral, fasilitas diskonto repo atas SBI, dan lain-lain. Repo atau repurchase agreement adalah penjualan surat-surat berharga dengan perjanjian bahwa penjual akan membeli kembali surat berharga tersebut sesuai dengan waktu yang diperjanjikan dengan harga yang ditetapkan di muka.
Dalam kondisi normal dimana tidak terdapat gejolak moneter dan tidak terdapat isu negative yang memperburuk citra, bank dapat menghimpun dana secara normal pula, yaitu dengan memrioritaskan urutan penghimpunan dana mulai dari butir satu hingga butir lima diatas.
Namun, dalam keadaan yang bergejolak dan terdesak dimana bank menghadapi kesulitan likuiditas temporer yang berat, bank dapat mencari pendanaan untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya itu mulai dari memanfaatkan sumber-sumber pendanaan butir ke lima, keempat, ketiga, dan seterusnya hingga kondisi likuiditas bank kembali normal.  
Hal itu sangat berbeda apabila bank menghadapi permasalahan likuiditas yang sifatnya struktural, yang dalam mengatasinya, bank perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian struktural sedemikian rupa, sehingga struktur pasiva bank berada dalam keadaan yang seimbang dengan struktur aktivanya. Keseimbangan itu dapat dicapai bila bank menerapkan beberapa prinsip dasar dari ALM secara konsisten dan berkesinambungan sebagaimana dijelaskan dibawah ini.

E.     Mengamankan Posisi Likuiditas Jangka Pendek
Dalam kegiatan opersional hariannya, bank harus senantiasa menjaga dan mengamankan agar bank memenuhi ketentuan-ketentuan Bank Sentral tentang penjagaan likuiditas harian serta dapat mendeteksi secara dini jika bank memerlukan likuiditas jangka pendek. Hal ini dapat dilakukan dengan dua langkah, yaitu:
a.       Berupaya agar setiap saat memenuhi GWM sesuai Peraturan Bank Indonesia No. 15/15/PBI/2013 tanggal 24 Desember 2014.
1.      GWM Rupiah
·         GWM primer sebesar 8% dari DPK Rupiah.
·         GWM sekunder sebesar 4% dari DPK Rupiah.
2.      GWM dalam valuta asing sebesar 8% dari DPK dalam valuta asing.
b.      Memonitor besaran “basic surplus” untuk mendeteksi apakah terdapat potensi mismatch pada neraca bank. Basic surplus adalah selisih antara aktiva lancar dikurangi pasiva lancar. Dalam memonitori indikasi mismatch tersebut, bank perlu terlebih dahulu:
·         Meneliti setiap unsur dalam aktiva dan pasiva lancar berdasarkan sisa jatuh waktu penagihan atau pembayarannya.
·         Menetapkan jangka waktu monitoring yang dianggap cukup kritikal, misalnya mingguan, dua mingguan, dan sebagainya.
·         Semua unsur tagihan (pinjaman atau portofolio) yang evergreen dan semua unsur sumber pendanaan yang senantiasa mengendap (core deposit) harus dikeluarkan dari perhitungan unsur aktiva lancar dan pasiva lancar tersebut.
Apabila ditetapkan (sebagai contoh: monitoring mingguan), semua aktiva yang dapat dicairkan tanpa menimbulkan kerugian atau biaya pencairan bagi bank dalam jangka waktu selambat-lambatnya dalam waktu seminggu dan bukan merupakan pinjaman yang evergreen, diperhitungkan sebagai aktiva lancar. Demikian halnya dengan semua unsur kewajiban bank yang harus dibayarkan dalam jangka waktu kurang dari satu minggu dan bukan merupakan unsur core deposit, harus dikelompokkan sebagai pasiva lancar.
Hasil monitoring ini dapat diperoleh tiga kemungkinan, yaitu:
1.      Basic surplus > 0 atau positif, yang berarti penempatan dari sumber dana yang berjangka panjang pada penanaman yang berjangka pendek. Yang berarti terbuka peluang untuk memperoleh margin tambahan apabila dapat dilakukan roll-over atas penanaman yang berjangka pendek tersebut.
2.      Basic surplus < 0 atau negatif, yang berarti terjadi penempatan dari sumber dana yang berjangka pendek pada penanaman yang berjangka panjang. Di sini, dapat terjadi potensi mismatch yang memerlukan koreksi segera. Koreksi dapat berupa upaya untuk me-roll-over sumber-sumber dana jangka pendek yang akan jatuh waktuitu atau memperpanjang atau mengupayakan jatuh waktu pelunasan yang lebih cepat atas penanaman yang berjangka panjang.
3.      Basic surplus = 0 atau square, yang berarti tidak terjadi mismatch dan tidak terbuka peluang untuk memperoleh margin tambahan.

F.     Monitoring atau Posisi Likuiditas Jangka Panjang Beberapa Indikator sebagai Alat Monitoring
Disamping mengamankan posisi likuiditas dalam jangka pendek, bank perlu menyusun perkiraan posisi likuiditas setelah memperhitungkan perkembangan usaha bank yang diproyeksikan dalam jangka waktu atau periode tertentu. Untuk itu, ada beberapa gambaran proyeksi yang memerlukan penelaahan lebih jauh melalui beberapa indikator monitoring, yaitu
Liquidity Ratio:
Liquidity Ratio =
Selisih Proyeksi Aktiva dan Pasiva
Jumlah Kebutuhan Dana

Dalam menyusun perkiraan atau proyeksi kegiatan operasional bank sepanjang satu – tiga tahun ke depan, manajemen menyusun gambaran perkiraan berapa banyak unsur dalam pasiva yang mungkin masih dapat digali dan berapa besar pula permintaan penempatan dana yang merupakan langkan ekspansi yang dapat dilakukan oleh bank.
Apabila perhitungan ternyata selilish proyeksi aktiva dan pasiva bank menunjukkan besaran angka yang positif (berarti liquidity ratio memperlihatkan angka yang positif) maka terbuka dua kemungkinan yang dapat dilakukan oleh bank, yaitu :
1.      Bank dapat mengerem atau mengurangi rencana ekspansinya yang tida ditunjang oleh sumber – sumber pendanaan yang cukup, atau
2.      Bank berupaya menggali sumber – sumber pendanaan alternatif lainnya untuk menunjang agar rencana ekspansi aktiva dapat tetap dilakukan.
Sebaliknya, jika ternyata liquidity ratio menunjukkan besaran yang negatif, maka langkah – langkah korektif yang dapat dilakukan oleh bank atas proyeksi itu adalah
1.      Bank harus mencari kemungkinan – kemungkinan tambahan untuk melakukan penempatan dana yang lebih agresif, atau
2.      Bank melakukan seleksi yang lebih ketat atas penggalian sumber – sumber dana dan hanya lebih memprioritaskan pengalihan dana dengan biaya pendanaan yang lebih rendah.
Liquidity Index
Digunakan untuk mengetahui apakah dalam jangka panjang bank secara keseluruhan membiayai aktivanya dengan sumber pendanaan yang berjangka waktu lebih pendek (yang berarti merupakan rencana pembiayaan yang lebih agresif) atau sebaliknya menggunakan sumber dana yang berjangka waktu lebih panjang (yang berarti lebih konservatif).
Liquidity index =
Total Weighted Liabilities
Total Weighted Asset

Total weighted liabilities dan total weighted asset masing – masing merupakan jumlah pembobotan semua unsur pada liabilities dan asset dengan memberikan nilai bobot yang lebih tinggi bagi setiap unsur yang memiliki janngka waktu maturity yang lebih panjang.
Perhatian ekstra perlu diberikan jika liquidity index menunjukkan angka index < 1 yang mencerminkan rencana pembiayaan aktiva yang lebih agresif dibandingkan apabila angka indeks menunjukkan besaran < 1 yang mengindikasikan rencana pembiayan yang lebih konservatif.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio yang menggambarkan perbandingan yang antara besarnya jumlah pinjaman yang diberikan dengan jumlah daa masyarakat yang dihimpun. Sesuai dengan ketentuan dari Bank Indonesia dalam kaitan penilaian tingkat kesehatan bank. LDR yang berkisar antara 85% hingga maksimum 110% diniliai sebagai rasio LDR yang sehat.
Bank dnegan tingkat agresivitas yang tinggi (yang tercermin dari angka LDR-nya yang tinggi, diatas 110%) akan mengalami kesulitan likuiditas (dan sekaligus kesulitan rentabilitas). Hal itu didasarkan anggapan bahwa loan dinilai sebagai earning asset bank yang kurang atau bahkan sangat tidak likuid. Dengan LDR yang tinggi, dapat diduga bahwa cash – inflow dari pelunasan pinjaman dan pembayaran bungan dari debitur pada bank menjadi tidak sebanding dengan kebutuhan untuk memenuhi cash – outflow penarikan dan – dana giro, tabungan, dan deposito yang jatuh waktu dari masyarakat. Dapat diduga dengan LDR yang tinggi, bank secara potensial dapat mengalami kesulitan likuiditas.

Additional
a.      Cost of Liquidity Concept
Dalam upaya manajemen likuiditas perlu diperhatikan biaya – biaya yang timbul dalam pengendalian likuiditas, antara lain :
1.      Biaya karena menahan alat likuid (Cost of maintaning level of liquidity) yaitu biaya yang timbul karena harus menahan sejumlah alat likuid dalam bentuk rekening di bank koresponden, bank sentral, dan dalam bentuk kas.
2.      Biaya untuk mengcover risiko apabila terjadi kekurangan likuiditas (Cost from insufficient liquidity) yaitu biaya yang timbul karena kurangnya likuiditas yang ditahan sehingga harus mengeluarkan biaya lain yang lebih besar dari biaya yang seharusnya dikeluarkan (biaya denda overdraft, biaya fasilitas diskonto, biaya pengambilan kas yang mendadak).
Kedua biaya tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda dan berbanding terbalik yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
·         Apabila jumlah alat likuid sedikit, maka biaya untuk menahan alat likuid kecil, tetapi biaya kekurangan alat likuid akan besar bila terjadi penarikan besar.
·         Apabila menahan jumlah alat likuid besar, maka biaya untuk menahan alat likuid tersebut besar (dana idle), namun risiko kekurangan alat likuid akan menjadi kecil karena kewajiban – kewajibannya dapat terpenuhi.
Dengan demikian, dalam mengelola likuiditas perlu dipikirkan sejauh mana terjadi keseimbangan antara biaya menahan alat likuid dengan risiko yang diakibatkannya,
Sebagai ilustrasi adalah contoh dibawah :
Apabila suatu bank tidak mempunyai alat likuid yang ditahan di Bank Indonesia atau di bank koresponden, berarti bank tersebut tidak mengalami dana menganggur sehingga tidak ada biaya yang harus dikeluarkan namun apabila bank tersebut mengalami penarikan dan (contoh dibawah) sebesar 1.000 milyar rupiah maka bank harus mencari dana untuk menutup penarikan tersebut dan hal itu berarti bank harus mengeluarkan biaya yang “lebih besar” apabila bank mempunyai alat likuid, katakanlah biaya bank tersebut 15 milyar rupiah
(Rp/Milyar)
Jumlah Alat Likuid
Biaya Alat Likuid
Total Biaya Likuiditas
Ditahan
Kekurangan
Ditahan
Kekurangan
(TOTAL COST OF
(Maintained)
(Insufficient)

(Insufficient)
LIQUIDITY)
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) = (c) + (d)
0
1000
0
15
15
250
750
3
10
13
500
500
5
5
10
750
250
10
3
13
1000
0
15
0
15

L




Likuidasi bank bersumber dari seluruh assetdan seluruh liability dimana penggunaan asset / pelunasan liability berarti menurunkan likuidasi, atau sebaliknya pelunasan asset / peningkatan liability berarti meningkatkan likuiditas.
Oleh sebab itu, maturity schedule, commitmen baik, loan maupun deposit termasuk estimasi dana / pinjaman masuk atau keluar dangat penting sekali dalam penataan likuiditas.
b.      Cash Flow Concept
Adalah konsep yang mendasarkan pada arus dana masuk (cash in) dan arus dana keluar (cash out) adapun langkah nya adalah sebagai berikut ;
1.      Menyusun Tabel Basic Surplus

Adalah suatu tabel yang menggambarkan posisi netto antara dana masuk (liquid Funds) dengan dana keluar (day to day funds) dalam suatu periode waktu tertentu. “Basic surplus” disebut dengan posisi likuiditas bank. Basic surplus positif memiliki arti kelebihan dana dan sebaliknya Basic Surplus negative berarti kekurangan dana.

2.      Menyusun Liquidity Profile (kebutuhan likuiditas)
            Kebutuhan likuiditas adalah suatu kondisi yang menunjukkan dana yang harus disediakan atau dibutuhkan dalam suatu periode tertentu. Tujuan dari menyusun kebutuhan likuiditas ini agar bank dapat mengetahui keadaan likuiditasnya sehingga dapat menyesuaikan perubahan kebutuhan dana.
            Gambar tabel :

Rumus Liquidity Need Ratio
3.      Menyusun Indeks Likuiditas
            Indeks likuiditas digunakan untuk mengetahui sumber dan penggunaan dana secara keseluruhan ditinjau dari sudut likuiditas. Melalui indeks likuiditas ini bank dapat melakukan penyesuian yang diperlukan dalam mengatur jangka waktu asset liability dan dikaitkan dengan kondisi eksternal agar tehindar dari resiko bisnis.
Gambar tabel liquidity indeks :
         
c.       Balance Sheet Concept
Balance sheet concept adalah konsep yang mendasarkan pada posisi neraca. Terdapat dua pendekatan yang dipakai dalam konsep ini, yaitu Pool of Fund Approach  dan Asset Convertion Approach.
Pool of Fund Approach

Dasar pemikiran yang mendasari konsep ini adalah bahwa semua jenis sumber dana digabungkan menjadi satu wadah (pool) tanpamembedakan jenis dananya, kemudian dialokasikan ke masing-masing pengunaan dana.

Gambar Pool of Funds Approach
Pengalokasian tersebut terlebih dahulu harus disertai dengan pertimbangan yang seksama. Hal-hal yang dipertimbangkan antara lain misalnya: Peraturan Pemerintah, dana historis yang menyangkut perubahan-perubahan sumber dan penggunaan dana, aliran kas, proyeksi situasi ke masa depan, dan profitabilitas.
Asset Convertion Approach
Dasar pemikiran yang melandasi konsep ini adalah bahwa semua jenis dana dibedakan menurut likuid tidaknya dana.
Gambar Asset Convertion Approach

G.    Masalah Likuiditas: Temporer atau Struktural?
Keadaan moneter yang bergejolak menyebabkan nilai tukar rupiah dan diikuti oleh kenaikan tingkat inflasi dan suku bunga bank menyebabkan bank tergencet dari berbagai sudut. Diantara persoalan yang hadir secara serentak ada 3 persoalan utama bank, yaitu:
1.      Akibat dari adanya depresiasi rupiah yang demikian tajam dalam jangka waktu yang sedemikian singkat. Menyebabkan deposan menarik dana dari perbankan dan memindahkanya ke deposito valas pada perbankan asing. Selain itu bank bank nasional devisa yang NOP (net open position) nya menunjukan adanya kewajiban neto valas mengalami kesulitan likuiditas yang jauh lebih parah. Jatuhnya keperca yaan masyarakat  pada kemampuan manajemen perekonomian makro yang dijalankan pemerintah, kewjiban valas tersebut langsung dinyatakan jatuh waktu dan tidak dapat di roll over. Hal inilah yang menyebabkan perbankan nasional sangat membutuhkan pasokan likuiditas yang mendadak naik dengan tajam.
2.      Akibat dari terjadinya kenaikan tingkat suku bunga bank dan inflasi serta ketatnya likuiditas perekonomian nasional. Kebijakan tigt money yang diterapkan bank sentral tidak berhasil menahan jatuhnya nilai rupiah dan terjadi skandal BLBI dan pelarian modal. Sebagai akibatnya suku bunga bank dan inflasi naik. Hal ini menyebabkan perbankan nasional mengalami kesulitan likuiditas dan sebagian besar bank mengalami negative spread.
3.      Akibat dari terjadinya peningkatan NPL dan menurunya kualitas aktiva produktif perbankan nasional. Pertumbuhan perekonomian yang tinggi namun ternyata hanya ditopang oleh penggunaan dana pinjaman luar negeri yang berjangka pendek telah digunakan untuk membangun industri yang foot loose di dalam negeri menyebabkan rapuhnya fundamental perekonomian. Efisiensi yang rendah dari penggunaan modal pinjaman akibat dari kebijakan mempertahankan nilai tukar rupiah yang overvalued dalam jangka waktu panjang menyebabkan industri  di dalam negeri tidak tahan terhdap krisis moneter. Hal ini yang mempengaruhi kualitas aktiva produktif perbankan nasional yang mayoritas pinjaman korporasi yang sarat beban pinjaman offshore pula.
Dengan memburuknya kualitas aktiva produktif, maka di satu sisi cash inflow terhambat dan di sisi lain cash outflow berupa rush penarikan dana dari masyarakat harus dipenuhi. Oleh sebab itu bank terpaksa mencari pasokan dana dan menjadi tergantung pada PUAB  dengan tingkat suku bunga tinggi  padahal di sisi lain penempatan dana bank pada berbagai jenis portofolio mengalami kemacetan sehingga menyebabkan angka NPL tinggi. Hal itulah yang menyebabkan bank mengalami kesulitan likuiditas dan penurunan rentabilitas sekaligus. Kesulitan likuiditas pun dapat berubah dari yang sifatnya temporer menjadi struktural.
Kesulitan likuiditas yang sifatnya temporer adalah kesulitan likuiditas yang hanya menyangkut kekurangan pasokan dana yang sementara belaka yang dapat diatasi dalam jangka waktu yang lebih cepat dan mudah. Sedangkan kesulitan likuiditsa relatif lebih sulit diatasi mengingat hal tersebut akibat dari:
1.      Terdapatnya mismatch dimana sumber pendanaan yang berjangka waktu pendek diinvestasikan dalam penanaman yang berjangka waktu panjang.
2.      Tidak adanya kesesuaian antara maturity profile sumber pendanaan pada sisi pasiva penanaman dana pada sisi aktiva dari neraca bank.
3.      Terdapatnya sumber pendanaan yang tidak stabil menyebabkan pasokan dana untuk melayani penarikan oleh deposan berfluktuasi.
4.      Terjadinya penurunan atas kualitas aktiva produktif bank yang menyebabkan defisit atas pasokan dana dalam memenuhi kebutuhan penarikan dana oleh deposan.
5.      Terjadi penurunan kepercayaan masyarakat terhadap manajemen bank akibat berbagai rumor negatif dan buruknya kinerja bank.
Permasalahan likuiditas yang bersifat struktural itu dapat terjadi karena jauh sebelum krisis bank bank ini pada umumnya telah membukukan tingkat LDR yang tinggi sebagai cermin dari langkah ekspansifnya. 

H.    Pengelolaan yang Sehat atas Likuiditas Bank
1.      Pemantauan likuiditas
Pemantauan atas likuiditas masing-masing Bank Umum akan dilaporkan kepada Bank Indonesia secara periodik, berupa :
a.              Laporan proyeksi arus kas yang wajib disampaikan dua kali sebulan, yaitu setiap tanggal 15 dan setiap akhir bulan. Laporan proyeksi arus kas yang adalah laporan mengenai proyeksi arus kas dalam tiga bulan yang akan datang dari pos-pos aktiva dan pasiva dalam neraca serta dari tagihan dan kewajiban dalam rekening adiminastratif.
b.             Laporan maturity profile yang wajib disampaikan satu kali sebulan, yaitu untuk posisi pada setiap akhir bulan. Laporan maturity profile adalah laporan mengenai gambaran dari pos-pos aktiva dan pasiva yang akan jatuh tempo.

2.      Pedoman Likuiditas
Bank Indonesia juga mengharuskan Bank menyusun pedoman likuiditas secara tertulis dalam rupiah maupun dalam valas. Pedoman tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut :
a.         Kebijakan pengelolaan likuiditas Rupiah dan valas.
b.         Strategi untuk mengantisipasi atau menanggulangi masalah likuiditas yang dihadapi bank, termasuk ketidakmampuan membayar dalam jangka panjang serta hal-hal lain yang dapat memperburuk kondisi bank.
c.         Asumsi-asumsi yang mendasari proyeksi arus kas dari pos-pos aktiva dan pasiva dalam neraca serta dari tagihan dan kewajiban dalam rekening administratif.

3.    Fungsi membuat pedoman likuiditas dan laporannya
Fungsi membuat, memantau, dan melaporkan pedoman likuiditas serta menyususn kedua jenis laporan adalah :
a.         Melaksanakan pengelolaan likuiditas yang sehat
Dengan melakukan pengelolaan likuiditas yang sehat, Bank dapat segera mendeteksi persoalan-persoalan likuiditas yang mungkin terjadi dalam jangka waktu panjang maupun jangka pendek.
b.         Manajemen Bank dapat  melakukan koordinasi yang lebih akurat dan efektif diantara unsur-unsur dalam struktur organisasi Bank yang saling terkait.
c.         Melakukan pemantauan atas unsur-unsur transaksi yang saling mempengaruhi, yaitu :
ü  Posisi kas bank dalam rupiah dan valas serta posisi saldo giro, sehingga bank dapat melakukan tindakan lebih dini jika mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan atas pemenuhan ketentuan-ketentuan yang berlaku yang wajib dipatuhi bank.
ü  Pada proyeksi arus kas tiga bulan yang akan datang, perhatikan jatuh tempo sesuai kontrak dari pos-pos aktiva dan pasiva dalam neraca tagihan dan kewajiban dalam rekening administratif; hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya penerimaan atau pembayaran; proyeksi perolehan sumber dana
ü  Pada maturity profile perhatikan aktiva dan pasiva dalam neraca yang akan jatuh tempo sesuai kontrak atau asumsi lainnya bagi pos-pos yang jatuh temponya tidak dinyatakan dalam kontrak.
ü  Bank dapat memperoleh  gambaran atas arus kas masuk dan arus kas keluar yang mencakup transaksi dalam rupiah.
v  Pada transaksi rupiah, arus kas masuk meliputi :
·      Penjualan dan pelunasan SBI, yaitu berupa proyeksi penerimaan dari SBI yang akan dijual di pasar sekunder atau penerimaan dari pelunasan SBI yang sudah jatuh tempo.
·      Antarbank aktiva, berupa proyeksi penerimaan dari tagihan kepada bank lain berupa pelunasan ataupun angsuran.
·      Penjualan/pelunasan surat-surat berharga yang akan dipasar sekunder atau penerimaan dari pelunasan surat-surat berharga yang sudah jatuh tempo.
·      Angsuran kredit oleh nasabah
·      Penerimaan dana dari pihak ketiga, berupa proyeksi penerimaan simpanan dari pihak ketiga yang baru ditempatkan oleh nasabah dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito.
·      Pendapatan operasional, berupa penerimaan bunga, fee, atau penerimaan operasional lainnya.
·      Transaksi valuta asing jual, yang merupakan proyeksi penerimaan dari transaksi penjualan valuta asing yang pembayarannya direncanakan dalm rupiah baik dilakukan secara spot, forward, maupun lainnya.
·      Arus masuk lainnya, berupa proyeksi penerimaan yang diperoleh dari pos-pos lain yang tidak termasuk diatas.
v Arus kas keluar berupa :
·         Pembelian SBI yang akan dibeli oleh bank baik di pasar primer maupun pasar sekunder
·         Pembelian surat-surat berharga, yaitu proyeksi jumlah surat-surat berharga yang dibeli oleh bank di pasar primer dan di pasar sekunder
·         Pencairan kredit oleh nasabah yang merupakan proyeksi penarikan fasilitas kredit oleh nasabah baik dari sisa kelonggaran tarik dari fasilitas yang sudah disediakan maupun dari penyediaan fasilitas baru
·         Pembayaran dana pihak ketiga, berupa penarikan simpanan ppihak ketiga dalm bentuk giro, tabungan, deposito, oleh nasabah setelah dikurangi yang diperkirakan akan diperpanjang
·         Angsuran kredit dari Bank Indonesia, berupa pembayaran angsuran atau pelunasan kredit likuiditas atau fsilitas pinjaman lainnya yang diterima dari Bank Indonesia
·         Antarbank pasiva, berupa proyeksi pembayaran angsuran atau pelunasan kewajiban kepada bank lain
·         Angsuran pinjaman yang diterima dari pihak lain selain Bank Indonesia atau antarbank
·         Biaya operasional bank, antara lain biaya pembayaran bunga, gaji pegawai, sewa gwdung dan biaya operasional lainnya
·         Bank garansi atau L/C yang diperkirakan harus dibayar oleh bank
·         Transaksi valuat asing beli, berupa pembayaran untuk transaksi pembelian valas yang pembayarannya direncanakan dalm rupiah baik dilakukan secara spot, forward, ataupun lainnya.
·         Arus kas keluar lainnya untuk pos-pos lain yang tidak termasuk pos-pos diatas

ü Bank dapat memperoleh  gambaran atas arus kas masuk dan arus kas keluar yang mencakup transaksi dalam valas.
v  Pada transaksi valas, arus kas masuk meliputi :
·           Antarbank aktiva, yaitu proyeksi penerimaan tagihan kepada bank lain baik berupa pembayaran angsuran maupun berupa pelunasan
·           Penjualan/pelunasan surat-surat berharga yang akan dijual dipasar sekunder atau penerimaan dari pelunasan surat-surat berharga yang sudah jatuh tempo
·           Angsuran atau pelunasan kredit oleh nasabah
·           Penerimaan dana pihak ketiga, yaitu proyeksi penerimaan simpanan pihak ketiga yang baru ditempatkan oleh nasabah dlam bentuk giro, dan deposito
·           Pendapatan operasional yang antara lain berupa penerimaan bunga, fee, atau penerimaan operasional lainnya
·           Transaksi valuta asing beli, yaitu berupa proyeksi transaksi pembelian valuta asing yang dilakukan secara spot, forward ataupun lainnya
·           Arus kas masuk lainnya untuk pos-pos lain yang tidak termasuk pos-pos diatas
v  Arus kas keluar valas meliputi :
·           Pembelian surat-surat berharga yang merupakan proyeksi jumlah surat-surat berharga yang akan dibeli bank di pasar primer maupun sekunder
·           Pencairan kredit oleh nasabah berupa proyeksi penarikan fasilitas kredit oleh nasabah baik dari sisi kelonggaran tarik dari fasilitas yang sudah disediakan maupun penarikan dan penyediaan fasilitas baru
·           Pembayaran dana pihak ketiga berupa proyeksi penarikan simpanan pihak ketiga dalam bentuk giro dan deposit oleh nasabah setelah dikurangi yang diperkirakan akan diperpanjang.
·           Angsuran kredit dari Bank Indonesia, berupa pembayaran angsuran atau pelunasan kredit likuiditas atau fasilitas pinjaman lainnya yang diterima dari Bank Indonesia
·           Antarbank pasiva, berupa proyeksi pembayaran angsuran atau pelunasan kewajiban kepada bank lain
·           Angsuran atau pelunasan pinjaman yang diterima dari pihak lain selain Bank Indonesia dan antarbank
·           Biaya operasional bank, antara lain biaya pembayaran bunga, gaji pegawai, sewa gwdung dan biaya operasional lainnya
·           Bank garansi atau L/C yang diperkirakan harus dibayar oleh bank
·           Transaksi valuat asing jual, berupa proyeksi transaksi penjualan valas yang dilakukan secara spot, forward, ataupun lainnya.
·           Arus kas keluar lainnya untuk pos-pos lain yang tidak termasuk pos-pos diatas










DAFTAR PUSTAKA

Bambang Djinarto , Banking Asset Liability Management, Strategi dan Pengelolaan Dana, Gramedia Pustaka Utama , Jakarta.

Imam Rusamsi .1999. Asset Liability Management , Strategi Pengelolaan Aktiva Pasiva Bank, UPP AMP YKPN , Yogyakarta

Mashud Ali . MBA , MM.,Drs., Asset Liability Management, PT Elex Media Computindo, Gramedia Jakarta.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

contoh soal jurnal, buku besar, neraca, dan laba rugi

Contoh Soal 1 : Karyanto membuka usaha kantor Akuntan dengan nama “Karyanto Akuntan” transaksi-transaksi selama bulan Maret adalah sebagai berikut : Maret 2             Karyanto menginvestasikan sebagai modal pertama :                         Uang tunai                                                                                 Rp. 1.750.000                          Peralatan kantor                                                                        Rp. 1.500.000                         Gedung kantor                                                                            Rp. 4.250.000 Maret 5            Dibeli tunai suplai kantor seharga                                             Rp.    200.000 Maret 8            Diterima Pendapatan jasa                                                           Rp. 1.450.000 Maret 10          Bibayar upah buruh                                                                     Rp.      30.000 Maret 15          Dite

MANAJEMEN KUALITAS

MANAJEMEN OPERASI MANAJEMEN K UALITAS                     KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia serta hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Manajemen Operasi.  Makalah ini membahas tentang “MANAJEMEN KUALITAS”.             Tersusunnya makalah ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada dosen Manajemen Operasi kami, yaitu bapak Dr. H. Toto Susilo Rahardjo, SE., MT serta rekan-rekan yang telah membantu hingga tersusunnya makalah ini.                 Kami menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini. Semoga apa yang kami sampaikan dalam makal a h ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya

Menentukan Misi Perusahaan

MENENTUKAN MISI PERUSAHAAN KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt,Tuhan yang maha esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “Misi Perusahaan” .Yang ditujukan sebagai syarat dalam pembelajaran tugas mata kuliah Manajemen Strategik. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Terutama kepada Ibu Sri Rahayu Tri Astuti, S.E., M.M. selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Strategik. Penulisan ini ditujukan sebagai bahan pembelajaran mata kuliah Manajemen Strategik, yang mana juga sebagai tugas bagi kami kelompok 1. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi kami selaku kelompok 1, dan bagi kita semua. Kami menyadari sepenuhnya makalah ini belumlah sempurna .Seperti kata  pepatah “Tiada gading yang tak retak” , oleh sebab itu ,kami mengharapkan kritik dan saran