Langsung ke konten utama

analisis APBN periode tahun 2007-2012



ANALISIS APBN PERIODE TAHUN 2007-2012

I.                   Analisa APBN Tahun 2007
APBN 2007 belum dikelola dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Belanja negara akhirnya lebih banyak diporsikan membayar hutang dan belanja birokrasi. Hampir seluruh departemen dan lembaga pemerintah, menghabiskan 60%-70% anggarannya untuk kebutuhan birokrasiSekretariat Nasional Fitra mencatat, indikasi pemborosan dalam belanja birokrasi yang dilakukan pemerintah pusat mencapai Rp102 triliun. Hal yang sama terjadi pada realisasi APBD 2007. Belanja birokrasi dalam APBD 2007 di 467 daerah yang mencakup 33 provinsidan 434 kabupaten/ kota mencapai Rp130,4 triliun, atau menyedot 39% total dana APBD. Cermin buruknya kualitas belanja pemerintah terlihat dalam besarnya porsi belanja birokrasi pada sektor utama yang seharusnya mendapat prioritas, yakni pendidikan dan kesehatan. Kedua sektor tersebut hanya mendapat Rp66,6 triliun atau 8,9% dari total belanja  Negara dalam APBN 2007. Dari Rp51,3 triliun (6,9%) anggaran pendidikan sebagian besar dihabiskan untuk birokrasi sebesar Rp 29 triliun dan tunjangan Rp 4,8 triliun dan perkantoran Rp2,7triliun.

II.                Analisa APBN Tahun 2008
Dari perkembangan keadaan ekonomi global pada awal tahun 2008 dan perkembangan harga minyak dunia pada triwulan I 2008 yang mengalami perubahan yang cukup drastis dimana harga minyak mencapai US$ 147/barel memaksa pemerintah untuk melakukan revisi APBN 2008 pada awal pelaksanaannya, suatu hal yang belum pernah terjadi terhadap APBN yang dilakukan perubahan diawal tahun.
Kemudian badai krisis finansial Amerika tak hanya berhenti disitu, pada awal triwulan III tahun 2008 beberapa lembaga keuangan USA mengalami kebangkrutan, akan tetapi sebaliknya perkembangan harga minyak dunia malah mengalami penurunan yang diakibatkan turunnya permintaan minyak dari USA karena sedang mengalami kelesuan ekonomi yang tentunya penurunan harga minyak tersebut membawa angin segar bagi Indonesia dimana subsidi BBM yang sebelumnya memaksa pemerintah melakukan perubahan APBN diawal tahun dapat berkurang, tetapi penurunan harga minyak juga akan mempengaruhi bagi hasil Migas yang mengecil. Hal -hal tersebut merupakan suatu ketidakpastian yang cukup tinggi karena berkaitan dengan keadaan geopolitik regional.

Pendapatan
Melihat struktur APBN-P 2008 dan RAPBN 2009 terutama dari sisi pendapatan negara dan hibah yang mencapai nilai diatas Rp.1.000 trilyun merupakan pengaruh dari kenaikan harga minyak dan meningkatnya harga komoditas pangan di pasar dunia sehingga berpengaruh kepada penerimaan pajak dan kontribusi BUMN kepada pemerintah yang semakin meningkat.
Tidak hanya itu kebijakan dalam kemudahan pajak dan revisi atas UU KUP 2007 yang memberlakukan sunset policy kepada WP yang beritikad baik untuk membayar pajak juga diharapkan akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak. Mengenai target pendapatan penerimaan negara yang 97% disumbang dari penerimaan pajak seharusnya masih dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan administrasi dan kepatuhan WP dalam membayar pajak
Pemerintah juga harus dapat menciptakan iklim investasi dalam negeri yang menarik bagi para investor sehingga bersedia untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan sejalan dengan meningkatnya investasi tersebut diharapkan terjadi peningkatan dalam sektor penerimaan perpajakan.

Belanja
Dilihat dari prioritas belanja pemerintah dalam tahun 2008 yang menekankan pada percepatan pertumbuhan ekonomi  dan pengurangan kemiskinan, maka pemerintah lebih memprioritaskan alokasi dana untuk peningkatan investasi, pengurangan pengangguran dan peningkatan sarana pendidikan sudah cukup tepat untuk dilaksanakan.
Kemudian proritas pembangunan nasional 2009 yang masih mengambil tema peningkatan kesejahtreraan rakyat dan pengurangan kemiskinan dengan pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan sudah cukup tepat. Diharapkan apabila ketahanan pangan dapat terjaga maka diharapkan sektor riil di Indonesia tidak terlalu terpengaruh akan krisis finansial global. Karena pemicu terjadinya inflasi di Indonesia sebenarnya bukan disebabkan berlebihnya peredaran uang di masyarakat tetapi lebih dipengaruhi kondisi sektor rill yang rentan akan pengaruh dari luar dimana Indonesia masih terlalu bergantung kepada impor atas komoditi pokok.
Kebijakan alokasi belanja dimana diprioritaskian untuk memacu pertumbuhan (pro-growth), menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro-job), serta mengurangi kemiskinan (pro-poor), sehingga pengalokasian belanja lebih diutamakan untuk investasi, bantuan sosial, dan subsidi dengan tujuan menstabilkan harga barang/komoditas pokok dipasar diharapkan dapat menciptakan kemandirian sektor riil.

Pembiayaan
Besarnya pembiayaan ditentukan oleh kebutuhan pemerintah untuk menutup defisit APBN, investasi dan refinancing utang yang akan dilakukan pemerintah. Dalam penentuan besaran pembiayaan tersebut harus memperhatikan segala risiko fiskal yang akan terjadi di masa datang.
Kebijakan pembiayaan yang beralih dari penjualan asset dan restrukturisasi BUMN kepada pembiayaan yang bersumber dari utang dalam negeri melalui penerbitan SBN sebelumnya harus dipikirkan mengenai kemampuan membayar kembali utang tersebut dimasa datang sehingga utang yang diperoleh saat ini tidak mempengaruhi kemampuan fiskal pemerintah dimasa depan.
Beralihnya sumber pembiayaan dari non-utang tersebut, merupakan suatu keputusan yang tepat dimana semakin sedikitnya jumlah asset dan BUMN yang dapat diprivatisasi oleh pemerintah. Juga beralihnya pembiayaan yang bersumber dari utang dengan memprioritaskan utang yang bersumber dari dalam negeri didasarkan atas pertimbangan risiko ekternal yang dimiliki Indonesia yang cukup tinggi sehingga pemerintah memeprtimbangkan menjual SBN di dalam negeri agar tidak terpengaruh kepada nilai tukar valas. Selain itu pembiayaan yang bersumber dari utang harus dibarengi dengan pengelolaan utang yang hati-hati dan menganut prinsip Good Government.

III.             Analisa APBN tahun 2009
Kebijakan Pokok APBN Tahun 2009
Pokok-Pokok Kebijakan Pendapatan Negara dan Hibah
1. Penerimaan Perpajakan Non-Migas tahun 2009 mengalami pertumbuhan nominal 20,4 persen, dan telah memperhitungkan potential loss dari amandemen UU PPh dan PPN yang memberikan instentif kepada dunia usaha dan masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
2. Penerimaan kepabeanan telah memperhitungkan penurunan harga internasional untuk CPO dan berbagai perjanjian bilateral melalui free trade agreement, serta kecenderungan penurunan tarif bea masuk pada umumnya.
3. Kebijakan Penerimaan Perpajakan juga mengakomodasikan Pajak Ditanggung Pemerintah atas sektor-sektor tertentu dalam rangka penanggulangan dampak perlambatan ekonomi global dan pemulihan sektor riil (counter cyclical) sebesar Rp10 triliun.
4. Jenis penerimaan baru dalam PNBP yaitu Pendapatan atas pengelolaan rekening tunggal Perbendaharaan (treasury single account) dan/atau atas penempatan uang negara sebesar Rp 3 triliun.
KEBIJAKAN PENERIMAAN PERPAJAKAN
§  Intensifikasi perpajakan.
§  Ekstensifikasi perpajakan guna memperluas basispajak
§  Peningkatan kepatuhan wajib pajak (lawenforcement) terutama untuk menindaklanjuti
§  kebijakan sunset policy di tahun 2008
§  Melanjutkan kebijakan tarif hasil tembakau dengan menurunkan tarif advalorum dan menaikkan tarif spesifik;
§  Implementasi INSW tahap III dan ASEAN Single Window (ASW)
§  Pemberian fasilitas kepabeanan dalam rangka mendorong investasi dan perdagangan dalam
§  bentuk DTP bea masuk dan/atau PDRI
KEBIJAKAN PNBP
§  Peningkatan koordinasi dalam rangka optimalisasi produksi minyak dan gas yang didukung dengan fasilitas fiskal dan nonfiskal.
§  Pengendalian cost recovery melalui:
§  pengendalian alokasi biaya,
§  evaluasi komponen biaya produksi yang dapat dibiayakan (negative list), serta
§  evaluasi standar biaya pengadaan barang dan jasa oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
§  penyempurnaan ketentuan tentang cost recovery
§  Percepatan penyelesaian kewajiban Pertamina/KKKS
§  kepada pemerintah terkait kegiatan migas
§  Optimalisasi sumber PNBP, khususnya dari sektor
§  pertambangan.
§  Peningkatan kinerja dan pengembangan BUMN.
§  Peninjauan dan penyempurnaan peraturan PNBP K/L serta
§  Peningkatan pengawasan pengelolaan PNBP K/L


Pokok-Pokok Kebijakan Belanja Negara
Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat difokuskan untuk  Mendukung pelaksanaan tema pembangunan 2009: “PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENGURANGAN KEMISKINAN”.
Mendukung Prioritas RKP 2009, yaitu :  Peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan. Kedua,  Percepatan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan energi. Ketiga, – Peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, serta pemantapan demokrasi, pertahanan dan keamanan dalam negeri.
Mendukung sasaran Pembangunan tahun 2009, yaitu :  Kenaikan pertumbuhan ekonomi (6%), Pengurangan Kemiskinan (12% -14%), Pengurangan Pengangguran (7,0% – 8,0%)

IV.             Analisa APBN Tahun 2010
Pelaksanaan APBN-P tahun anggaran 2010 secara umum mencatat kinerja yang cukup menggembirakan. Selain didukung oleh keberhasilan berbagai langkah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mengamankaan pelaksanaan APBN 2010, kinerja APBN-P 2010 juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan kondisi ekonomi makro yang cukup baik.
a.       Dengan melihat pertumbuhan ekonomi hingga triwulan III tahun 2010 yang mencapai 5,9%, pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2010 diperkirakan dapat mencapai 6,0%,  lebih tinggi dari asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN-P 2010 sebesar 5,8%.
b.      Tingkat inflasi selama tahun 2010 dapat dikendalikan pada kisaran 6,75%. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan semula dalam APBN-P 2010 sebesar 5,3%. Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya iflasi pada volatile food berkenaan dengan terganggunya pasokan beberapa komoditas pangan, seperti beras dan kelompok aneka bumbu-bumbuan, antara lain akibat tidak menentunya iklim, dan terjadinya bencana alam.
c.       Realisasi rata-rata tingkat suku bunga SBI-3 bulan dalam tahun 2010 mencapai 6,75%, atau mendekati asumsinya dalam APBN-P 2010 sebesar 6,5%.
d.      Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah dalam tahun 2010 mencapai Rp9.087/US$, menguat dari asumsinya dalam APBN-P sebesar rata-rata Rp9.200/US$. Penguatan ini antara lain berkaitan dengan besarnya cadangan devisa akibat kuatnya arus modal asing yang masuk ke Indonesia, yang menyebabkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap nilai tukar rupiah.
e.      Realisasi harga minyak mentah Indonesia dalam tahun 2010 rata-rata mencapai US$78,07/barel, sedikit dibawah perkiraan APBN-P 2010 sebesar US$80,0/barel.
f.        Realisasi lifting minyak mentah Indonesia dalam tahun 2010 hanya mencapai 954 ribu barel per hari, lebih rendah dari target APBN-P 2010 sebesar 965 ribu barel per hari.
Defisit anggaran yang dalam APBN-P 2010 semula ditetapkan sebesar Rp133,7 triliun (2,1 persen terhadap PDB), realisasinya mencapai Rp39,5 triliun (0,62 persen terhadap PDB). Lebih rendahnya realisasi defisit anggaran dalam pelaksanaan APBN-P tahun 2010 tersebut, selain berkaitan dengan terlampuinya realisasi pendapatan negara dan hibah dari target, juga disebabkan oleh lebih rendahnya realisasi belanja negara dibanding dengan pagunya dalam APBN-P.
Dalam tahun 2010, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.014,0 triliun (16,0 persen dari PDB). Pencapaian ini lebih tinggi Rp21,6 triliun (2,2 persen) dari sasaran APBN-P 2010 sebesar Rp992,4 triliun, atau naik Rp165,2 triliun (19,5 persen) dari realisasi tahun 2009 sebesar Rp848,8 triliun. Dari jumlah tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp744,1 triliun (100,1 persen dari sasaran APBN-P 2010 sebesar Rp743,3 triliun), atau naik sebesar Rp124,1 triliun (20 persen) dari realisasi 2009 sebesar Rp619,9 triliun.
Di lain pihak, realisasi anggaran belanja negara dalam tahun 2010 mencapai Rp1.053,5 triliun, atau 93,5 persen dari pagu APBN-P 2010 sebesar Rp1.126,1 triliun. Jumlah ini berarti naik Rp116,1 triliun atau 12,4 persen dari realisasi belanja negara tahun 2009 sebesar Rp937,4 triliun. Dari realisasi anggaran belanja negara tersebut, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp708,7 triliun (90,7 persen dari pagu APBN-P 2010 sebesar Rp781,5 triliun), atau naik sebesar Rp79,9 triliun (12,7 persen) dari realisasi tahun 2009 sebesar Rp628,8 triliun. Pada anggaran belanja pemerintah pusat ini, realisasi belanja pegawai mencapai 90,8 persen dari pagu, antara lain berkaitan dengan adanya penghematan cadangan anggaran pegawai baru, pos honorarium dan vakasi, dan anggaran remunerasi K/L. Sementara itu, realisasi belanja barang juga hanya mencapai 84,1 persen dari pagu, antara lain berkaitan dengan terlalu tingginya tingkat kehati-hatian para pejabat pengadaan barang dan jasa dalam mengambil keputusan. Sejalan dengan itu, realisasi belanja modal hanya mencapai 79,4 persen dari pagu, antara lain berkaitan dengan terhambatnya pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan infrastruktur terutama sebagai akibat tingginya intensitas curah hujan, banyaknya bencana alam dan masalah-masalah dalam pengadaan/pembebasan lahan, adanya penghematan anggaran dari pelaksanaan tender, dan tidak optimalnya penarikan atau pemanfaatan pinjaman luar negeri. Begitu pula, realisasi bunga utang mencapai 83,6  persen dari pagu, karena penghematan beban bunga akibat pengurangan target penerbitan SBN, membaiknya pasar SBN, lebih rendahnya tingkat bunga SBI 3 bulan, dan menguatnya nilai tukar rupiah.
Realisasi pembiayaan anggaran dalam tahun 2010 mencapai Rp86,6 triliun,  atau Rp47,1 triliun (35,3 persen) lebih rendah dari target APBN-P 2010 sebesar Rp133,7 triliun. Realisasi ini terutama berasal dari pembiayaan dalam negeri Rp95,0 triliun (lebih rendah Rp38,9 triliun dari target APBN-P 2010 sebesar Rp133,9 triliun), atau turun Rp29,0 triliun dari realisasi 2009 sebesar Rp128,1 triliun. Hal ini terutama berkaitan dengan  adanya pengurangan target penerbitan SBN sebesar Rp16,4 triliun (untuk pertama kalinya); dan pengurangan penggunaan SAL sebesar Rp22,0 triliun. Hal ini sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah dan Badan Anggaran DPR-RI pada saat Pembahasan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II APBN-P 2010. Sementara itu, realisasi pembiayaan luar negeri mencapai sebesar negatif Rp8,4 triliun, atau turun Rp8,3 triliun dari target APBN-P 2010 sebesar Rp0,2 triliun. Hal ini terutama berkaitan dengan lebih rendahnya penarikan pinjaman proyek dan realisasi penerusan pinjaman, serta adanya penghematan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebagai dampak dari apresiasi kurs rupiah. Dengan realisasi defisit anggaran sebesar Rp39,5 triliun,  sementara realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp86,6 triliun, maka dalam pelaksanaan APBN-P 2010 terdapat kelebihan pembiayaan sebesar Rp47,1 triliun sebagai SiLPA, yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan anggaran di tahun mendatang.

V.                Analisa APBN Tahun 2011-2013
Pendapatan Negara
Pendapatan Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun 2013, dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), mengalami kenaikan tiap tahunnya (tahun 2011-2013), tercatat pendapatan pada tahun 2011 mencapai 1.210.599,6 milyar rupiah dan meningkat pada tahun-tahun selanjutnya, menjadi  1.358.205,0 milyar rupiah pada tahun 2012, dan 1.529.673,1 milyar rupiah pada tahun 2013.
Perpajakan masih menjadi primadona bagi pendapatan negara, dengan lebih dari 72% penerimaan negara berasal dari sektor perpajakan. Tercatat penerimaan dari sektor perpajakan selalu meningkat tiap tahunnya sehingga menyebabkan peningkatan pendapatan negara Indonesia, pada 2011 pendapatan dari sektor pajak sebesar 873.874,0 milyar rupiah atau 72,16% dari total pendapatan negara, pada 2012 sebesar 1.016.237,3 (74,82% dari pendapatan negara) dan pada 2013 menjadi 1.192.994,1 (77,99%).
Jika kita cermati lebih dalam dari rincian APBN, dapat kita temukan bahwa pendapatan dari sektor pajak paling besar diberikan oleh PPh Nonmigas. 358.026,2 milyar rupiah merupakan angka yang dihasilkan sektor ini pada tahun 2011 dan meningkat dalam beberapa tahun ke depan, yaitu menjadi sebesar 445.733,4 milyar rupiah pada tahun 2012, dan 513.509,0 milyar rupiah pada tahun 2013. Sedangkan sektor yang memberikan pendapatan paling sedikit berasal sari sektor perikanan, sektor tersebut hanya menyumbang 183,8 milyar rupiah pada 2011, 150,0 milyar rupiah pada 2012, dan 180,0 milyar rupiah pada 2013. Hal tersebut sungguh ironis dan membuat miris, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki perairan yang sangat luas, namun dalam kenyataannya hanya menghasilkan pendapatan yang bisa dibilang sangat kecil bagi negara yang memiliki perairan yang sangat luas. Hal tersebut mengindikasikan ada yang salah dalam pengelolaan sektor perikanan di Indonesia.
Pendapatan yang sangat besar dari sektor perpajakan tidak sepatutnya dinodai oleh para pelayan pajak yang melakukan korupsi, seperti kasus Gayus Tambunan CS. Karena hal tersebut dapat menjadikan kepercayaan masyarakat menurun terhadap negara untuk memberikan uangnya bagi sektor perpajakan, mereka tidak mau uang yang mereka setorkan untuk pajak tidak masuk ke kas negara malah masuk ke saku-saku oknum-oknum pegawai pajak yang korup.
Terlepas dari hal diatas, sebenarnya negara masih bisa mendapatkan pendapatan yang lebih besar dari sektor pajak, karena potensi pajak negara Indonesia dengan 250 juta penduduknya sangat besar, namun demikian masih sangat banyak warga negara Indonesia yang kesadarannya untuk membayar pajak minim, hal ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, agar pendapatan yang dihasilkan dari sektor perpajakan bisa melambung tinggi jauh lebih tinggi dari pendapatan sekarang ini.
Belanja Negara
Belanja negara juga mengalami peningkatan setiap tahunnya seperti pendapatan negara, tercatat 1.294.999,2 milyar rupiah pada 2011, 1.548.310,4 milyar rupiah pada 2012, dan 1.683.011,1 milyar rupiah pada 2013.
Dilihat dari belanja pemerintah pusat menurut fungsi, sektor pelayanan umum melakukan pembelanjaan terbesar dari tahun ke tahun, yaitu 508.945,5 milyar rupiah (2011), 659.142,5 milyar rupiah (2012), dan 720.059,7 milyar rupiah (2013). Diikuti oleh fungsi ekonomi di peringkat kedua dan fungsi pendidikan di peringkat ketiga.
Sedangkan Agama menjadi fungsi yang paling kecil anggaran belanjanya, tercatat 1.424,7 milyar rupiah (2011), 3.577,1 milyar rupiah (2012), dan 4.100,1 milyar rupiah (2013), diikuti setingkat diatasnya pariwisata 3.553,5 milyar rupiah (2011), 3.166,8 milyar rupiah (2012), dan 2.509,3 milyar rupiah (2013), lalu perlindungan sosial. 3.906,4 milyar rupiah (2011), 5.556,0 milyar rupiah (2012), dan 7.416,4 milyar rupiah (2013).
Melihat pariwisata masuk dalam tiga besar dengan anggaran belanja paling sedikit membuat kita berpikir, apakah memang pariwisata di Indonesia tidak membutuhkan anggaran yang banyak, ataukah sebaliknya, pariwisata kita membutuhkan anggaran yang banyak, namun kenyataannya pemerintah hanya menganggarkan dana yang sedikit bagi pariwisata. Melihat dari fakta dan kondisi di lapangan, sepertinya alasan yang kedualah yang menjadikan anggaran belanja pariwisata masuk tiga terbawah, pemerintah tidak serius dalam menggarap pariwisata Indonesia, terlihat masih banyaknya objek pariwisata di Indonesia yang tidak terawat dan malah terbengkalai. Contohnya dapat dilihat dari beberapa pantai di daerah selatan Jawa, seperti pantai Ujung Genteng, pantai tersebut memiliki keindahan yang menjadikan daya pikat tersendiri bagi wisatawan, namun akses jalan untuk menuju kesana sangat tidak memuaskan, banyak jalan yang kondisinya kurang layak, selain itu tidak adanya bentuk promosi untuk pantai tersebut, menjadikan pantai tersebut tidak banyak diketahui orang. Atau mungkin pemerintah Indonesia merasa sudah cukup dengan pariwisata Bali yang menghasilkan devisa yang sangat besar bagi negara. Kalau demikian, maka jelaslah sudah, pemerintah Indonesia tidak serius dalam menggarap sektor pariwisatanya.
Namun jika kita cermati secara seksama, dapat kita temukan bahwa sebenarnya yang paling besar menyedot belanja negara itu adalah dana perimbangan, bahkan menembus 400.000 milyar rupiah atau setara 400 trilliun. Dengan rincian 347.246,2 milyar rupiah (2011), 408.352,1 milyar rupiah (2012), dan 444.798,8 milyar rupiah (2013). Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber atau penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang diatur dengan UU. No 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal itu sudah cukup membuktikan bahwa sistem demokrasi (desentralisasi) memang membutuhkan dana yang sangat besar dalam kegiatannya.

      




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

contoh soal jurnal, buku besar, neraca, dan laba rugi

Contoh Soal 1 : Karyanto membuka usaha kantor Akuntan dengan nama “Karyanto Akuntan” transaksi-transaksi selama bulan Maret adalah sebagai berikut : Maret 2             Karyanto menginvestasikan sebagai modal pertama :                         Uang tunai                                                                                 Rp. 1.750.000                          Peralatan kantor                                                                        Rp. 1.500.000                         Gedung kantor                                                                            Rp. 4.250.000 Maret 5            Dibeli tunai suplai kantor seharga                                             Rp.    200.000 Maret 8            Diterima Pendapatan jasa                                                           Rp. 1.450.000 Maret 10          Bibayar upah buruh                                                                     Rp.      30.000 Maret 15          Dite

MANAJEMEN KUALITAS

MANAJEMEN OPERASI MANAJEMEN K UALITAS                     KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia serta hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Manajemen Operasi.  Makalah ini membahas tentang “MANAJEMEN KUALITAS”.             Tersusunnya makalah ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada dosen Manajemen Operasi kami, yaitu bapak Dr. H. Toto Susilo Rahardjo, SE., MT serta rekan-rekan yang telah membantu hingga tersusunnya makalah ini.                 Kami menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini. Semoga apa yang kami sampaikan dalam makal a h ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya

Menentukan Misi Perusahaan

MENENTUKAN MISI PERUSAHAAN KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt,Tuhan yang maha esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “Misi Perusahaan” .Yang ditujukan sebagai syarat dalam pembelajaran tugas mata kuliah Manajemen Strategik. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Terutama kepada Ibu Sri Rahayu Tri Astuti, S.E., M.M. selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Strategik. Penulisan ini ditujukan sebagai bahan pembelajaran mata kuliah Manajemen Strategik, yang mana juga sebagai tugas bagi kami kelompok 1. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi kami selaku kelompok 1, dan bagi kita semua. Kami menyadari sepenuhnya makalah ini belumlah sempurna .Seperti kata  pepatah “Tiada gading yang tak retak” , oleh sebab itu ,kami mengharapkan kritik dan saran