HAK
ASASI MANUSIA (HAM)
A. Pengertian
Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
a. Pengertian
HAM
adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya
(Kaelan: 2002). Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam
Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa
menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang
tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. John Locke menyatakan
bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994). Dalam pasal 1 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
b. Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan
beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri
pokok hakikat HAM yaitu:
- HAM
tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia
secara otomatis.
- HAM berlaku untuk semua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul
sosial dan bangsa.
- HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun
mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap
mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
B. Perkembangan
Pemikiran HAM
a. Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
- Generasi pertama berpendapat bahwa
pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM
generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan
situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang
baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
- Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja
menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan
budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian
konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis
kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak
sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
- Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran
HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak
ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut
dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran
HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan
terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama,
sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena
banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
- Generasi keempat yang mengkritik peranan
negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada
pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek
kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak
berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan
sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara
di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia
yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government.
Perkembangan pemikiran
HAM dunia bermula dari:
a) Magna Charta
Pada umumnya para pakar
di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan
lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya
memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri
tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan
mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
b) The American
declaration
Perkembangan HAM
selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence
yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa
manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis
bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
c) The French
declaration
Selanjutnya, pada tahun
1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan
tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang
antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam
kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang
ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah,
sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia
bersalah.
d) The Four Freedom
Ada empat hak kebebasan
berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah
sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan
dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai
dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi
usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi
berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur
Effendi,1994).
Perkembangan pemikiran
HAM di Indonesia:
Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan
yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan
serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
Sejak kemerdekaan tahun
1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
1. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember
1949, berlaku UUD 1945
2. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus
1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat
3. Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959,
berlaku UUD 1950
4. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang,
berlaku Kembali UUD 1945
C. HAM Dalam Tinjauan Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam
menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk
terhormat dan mulia.Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap
manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh
umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali.Hak-hak yang diberikan Allah
itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi
(Abu A’la Almaududi, 1998).Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni
hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu
sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya.Dalam aplikasinya,
tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat.
Sementara dalam hal al
insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang
dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia
didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan
Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk
tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat
atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada
ajaran tauhid.Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan
manusia.Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk
yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide
perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran
islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu
al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat
praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM
dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar).Sesuatu dianggap hak dasar apabila
hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga
eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya.Sebagai misal, bila hak hidup
dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak
yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya,
hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan
mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang
tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi,
2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak
warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan
utama warga negara adalah:
1. Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka
bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan
alasan-alasan yang sah dan ilegal.
2. Perlindungan atas kebebasan pribadi.
Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses
pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada
tertuduh untuk mengajukan pembelaan
3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta
menganut keyakinan masing-masing
4. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua
warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat
kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.
HAM Dalam
Perundang-Undangan Nasional
Dalam perundang-undangan RI paling tidak
terdapat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM.Pertama, dalam
konstitusi (UUD Negara).Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR).Ketiga, dalam
Undang-undang.
Keempat, dalam peraturan pelaksanaan
perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan
peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan
HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan
atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di
Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain melalui
amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam
konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM
dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan
HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada
kemungkinan seringnya mengalami perubahan.
Pelanggaran HAM dan
pengadilan HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan
HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk
pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan
yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan
genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan
penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok,
menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan
secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang
bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa
anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang
pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah
salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas
atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan,
pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau
perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas)
ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual,
pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara,
penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin
atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang
menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan
apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan
oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang
pengadilan HAM).Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh
hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang
dilakukan bukan oleh aparatur negara.Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai
dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang
terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan.Pengadilan HAM
merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum.
Penaggung jawab dalam penegakan
(respection), pemajuan (promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan
(fulfill) HAM.
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan
perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada
individu warga negara.Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung
jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.Karena itu,
pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya,
melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM
secara horizontal.
D. Contoh-Contoh
Kasus Pelanggaran HAM
1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN
oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu
pada tahun 2003.
2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas
memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan
pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3. Para pedagang yang berjualan di trotoar
merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para
pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi
kecelakaan.
4. Para pedagang tradisioanal yang berdagang
di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga
para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
5. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar
anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran
HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai
dengan minat dan bakatnya.
BENTUK
NEGARA DAN BENTUK PEMERINTAHAN
A.
Sistem pemerintahan yang ada diberbagai negara
- Pengertian Sistem Pemerintahan
a.
Makna sistem
1)
Kamus Umum Bahasa Indonesia
Sistem adalah susunan kesatuan –
kesatuan yang masing-masing tidak
berdiri sendiri-sendiri, tetapi berfungsi membentuk kesatuan secara
keseluruhan.
2)
Sistem adalah kesatuan yang utuh dari
suatu rangkaian ,yang kait mengkait satu sama lain.
b. Unsur – unsur sistem
1)
Seperangkat komponen , elemen, bagian.
2)
Saling berkaitan/ tergantung
3)
Kesatuan yang terintegrasi ( terkait dan
menyatu )
4)
Memiliki peranan dan tujuan tertentu.
c.
Makna Pemerintahan
Pemerintah
a.
Dalam
arti luas : Keseluruhan lembaga negara yang ada (MPR,
Presiden, DPR, BPK, MA )
b.
Dalam
artisempit : Eksekutif saja/ pelaksana pemerintahan (bisa
Presiden, bisa Perdana Menteri )
Kepala
negara : Bisa Presiden, bisa Raja, Kaisar, Sultan , Ratu yang dipertuan Agung,
dll.
Jadi Sistem
Pemerintahan
:
a. Mekanisme dan cara kerja yang membicarakan bagaimana
pembagian kekuasaan serta hubungan antar lembaga-lembaga yang menjalankan
kekuasaan-kekuasaan negara dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.
b. Keseluruhan dari susunan/ tatanan yang teratur dari
lembaga-lembaga negara yang berkaitan satu sama lainnya, baik langsung maupun
tidak langsung menurut suatu rencana / pola untuk mencapai tujuan negara.
2. Bentuk Negara dan
Bentuk Pemerintahan
A. Bentuk Negara
a)
Kesatuan/ Unitaris : Sistem Sentralisasi
& Sistem Desentralisasi
b)
Federasi/Serikat : Negara Serikat &
Serikat Negara/ Konfederasi
Keterangan :
- Negara Kesatuan :
Negara yang bersusunan tunggal, kedaulatan kedalam dan keluar ditangan
pemerintah pusat . (hanya ada satu UUD, Kepala negara,dewan menteri, dan
Parlemen)
- Sistem Sentralisasi : Kekuasaan untuk mengatur seluruh
wilayah Negara ditangan pemerintah pusat (daerah tidak diberi hak otonom)
- Sistem Desentralisasi : Daerah diberi hak otonom (hak untuk
mengurus rumah tangganya sendiri )
- Serikat / Federasi : Negara yang bersusunan
jamak/didalam negara terdapat negara bagian.
- Negara Serikat : Gabungan dari beberapa negara
bagian yang tidak merdeka dan tidak berdaulat sedang yang berdaulat adalah
gabungan dari negara bagian itu.
- Serikat Negara : Gabungan dari beberapa negara
yang merdeka dan berdaulat penuh baik kedalam maupun keluar.
B. Bentuk Pemerintahan
Bentuk
Pemerintahan Ajaran Modern :
Republik & Monarki
Tokoh
:
1.
G
Jellineck
Dasar Pembeda : Cara pembentukan
kehendak Negara
2.
Leon Duguit
Dasar
Pembeda : Cara penunjukkan/pengangkatan Kepala Negara
3.
Otto Kuellreutter
Dasar Pembeda : Teori Persamaan dan ketidaksamaan
M
Macam
– macam Bentuk Pemerintahan Republik :
a)
Absolut : Kekuasaan Presiden tak terbatas / sewenang – wenang
b)
Konstitusional : Kekuasaan Presiden
dibatasi Undang- Undang/ Konstitusi
c)
Parlementer : Kekuasaan Pemerintahan
berada di tangan PM dan PM bertanggungjawab pada Parlemen.
Macam
– macam Bentuk Pemerintahan Monarki :
a)
Absolut : Kekuasaan Raja tak terbatas/
sewenang – wengang.
b)
Konstitusional : Kekuasaan Raja dibatasi
UU/ konstitusi
c)
Parlementer : Kekuasaan pemerintahan
terletak ditangan PM yang bertanggungjawab kepada Parlemen, sedang Raja
berkedudukan sebagai kepala negara.
C. Sistem Pemerintahan
TIPE
- TIPE KABINET :
a)
Ministeriil : -Parlementer >> Kab. Partai, Kab. Koalisi, Kab.
Nasional
-
Extra Parlementer
b)
Presidensiil
Dasar
Pembeda :
- Dilihat
dari siapa yang bertanggungjawab terhadap jalannya pemerintahan
- Dilihat
dari ada tidaknya campur tangan
parlemen/ DPR dalam pembentukkan kabinet.
- Dilihat
dari susunan personalia kabinet yang dihubungkan dengan kekuatan politik
yang ada di parlemen.
Keterangan :
- Kabinet
Ministeriil adalah suatu kabinet dimana tanggung jawab jalannya
pemerintahan terletak di tangan perdana menteri / para menteri yang
bertanggungjawab pada parlemen/ DPR , sedang kedudukan presiden hanya
selaku kepala negara .
- Kabinet
Presidensiil adalah suatu kabinet dimana tanggung jawab jalannya
pemerintahan terletak ditangan presiden , sehingga kedudukan presiden
selaku kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Para menteri diangkat
dan diperhentikan presiden oleh karenanya menteri bertanggung jawab kepada
presiden.
- Kabinet
Parlementer adalah suatu kabinet yang dalam pembentukannya da campur
tangan parlemen/DPR
- Kabinet
Exstra Parlementer adalah suatu kabinet yang pembentukannya tidak ada
campur tangan parlemen/DPR
- Kabinet
Partai adalah kabinet yang menteri-menterinya berasal dari satu partai
- Kabinet
Koalisi adalah kabinet yang menteri-menterinya berasal dari beberapa
partai yang menguasai kursi DPR
g.
Kabinet Nasional adalah suatu kabinet
yang menteri-menterinya berasal dari seluruh partai yang mempunyai kursi di
Parlemen/ DPR
CIRI – CIRI SISTEM
PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL
a. Presiden
berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
b.
Menteri – menteri pembantu presiden
diangkat dan bertanggungjawab pada presiden.
c.
Menteri-menteri tidak
bertanggungjawab pada DPR/ Parlemen.
d.
Presiden tidak dapat dijatuhkan Parlemen
sebaliknya Parlemen tidak dapat di bubarkan Presiden.
e.
Masa jabatan pemerintahan dapat
ditentukan jangka waktunya.
Ciri – ciri Sistem
Pemerintahan Parlementer
- Kekuasaan
pemerintahan terletak ditangan PM
- Kedudukan
Presiden sebagai kepala negara yang tidak dapat diganggu gugat
- Para
menteri/ PM bertanggungjawab pada Parlemen
- Kabinet/
para menteri dapat dijatuhkan parlemen sebaliknya paelemen dapat
dibubarkan oleh Presiden/kepala negara
- Jangka
waktu pemerintahan tidak dapat ditentukan
- Pembentukan
kabinet didasarkan pada kekuatan yang menguasai kersi Parlemen
- Para
anggota kabinet baik seluruhnya maupun sebagian merupakan anggota
parlemen.
Kelebihan dan
kekurangan sistem pemerintahan presidensial
Kelebihan
a)
Selama masa jabatannya presiden tdk dpt
dijthkan oleh DPR
b)
Pemerintah punya waktu untuk
melaksanakan progamnya tanpa terganggu krisis kabinet
c)
Penyusunan program kerja mudah
disesuakan dengan lama masa jabatannya yang dipegang esekutif
Kekurangan
a)
karena presiden selama masa jabatannya
tidak dapat dijatuhkan oleh DPR maka pengawasan rakyat terhadap pemerintah
kurang berpengaruh
b) Pengaruh
rakyat kepada politik negara kurang mendapat tempat yang seluas luasnya
c)
Pada umumnya keputusan yang diambil
hasil tawar menawar antara eksekutif dan legislatif shg berdampak pada hasil
keputusan yang kurang tegas
Kelebihan dan
kekurangan sistem pemerintahan parlementer
Kelebihan
a)
mudah mencapai kesesuaian pendapat
antara eksekutif dengan legislatif selama pemerintahan bukan kabinet koalisi
b)
Menteri2 akan berhati2 dalam menjalankan
tugasnya karena setiap saat dapat dijatuhkan oleh parlemen
Kekurangan
a)
Kedudukan esekutif tidak stabil karena
kabinet dapat diberhentikan setiap saat oleh parlemen
b)
sering
terjadi pergantian kabinet bila kabinet dalam bentuk koalisi sehingga
kebijakan politik negara menjadi labil
C. Pelaksanaan Sistem
Pemerintahan di Indonesia
1. Dinamika
Perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia
NO
|
JENIS
KONSTITUSI
|
PERIODE
|
BENTUK NEGARA
|
BENTUK PEMERINTAHAN
|
SIST..PEMERINTAHAN
|
1.
2.
3.
4.
|
UUD
1945
K.RIS
1949
UUDS 50
UUD
1945
a.Orde
Lama
b.Orde Baru
c.
Reformasi
|
18 agustus 1945 s/d
27 Desember 1949
27 Desember 1949 s/d
17 Agustus 1950
17 Agustus 1950 s/d
5 juli 1959
5 Juli 1959 s/d
Sekarang
5 Juli 1959 s/d 11 Maret
1966
11 Maret 1966 s/d
21 Mei 1998
21 Mei 1998 s/d Sekarang
|
Kesatuan
Serikat
Kesatuan
Kesatuan
|
Republik
Republik
Republik
Republik
|
Presidensiil
Parlementer
Parlementer
Presidensiil
|
Penyimpangan
– Penyimpngan yang terjadi kurun waktu berlakunya UUD 1945 Periode 18 Agustus
1945 – 27 Desember 1949
1.
Dikeluarkannya Maklumat Wakil
Presiden No. X Tanggal 16 Oktober 1945
Isinya : mengubah kedudukan KNIP yang semula
pembantu Presiden menjadi Badan legislatif dan ikut menetapkan GBHN.
2.
Dikeluarkannya Maklumat Pemerintah
Tanggal 14 Nopember 1945
Isinya Berubahnya sistem Pemerintahan dari Presidensiil
menjadi Parlementer
ALAT-ALAT KELENGKAPAN
NEGARA
NO
|
UUD 1945
|
K. RIS 49
|
UUDS 50
|
1
2
3
4
5
6
|
MPR
PRESIDEN
DPR
BPK
DPA
MA
|
PRESIDEN
MENTERI
DPR
SENAT
DPK
MA
|
PRESIDEN + WAPRES
MENTERI
DPR
DPK
MA
|
Kedaulatan Rakyat
NO
|
DASAR PEMBEDA
|
DASAR HUKUM
|
BUNYI
|
PELAKSANA
|
1.
2.
3.
|
UUD 1945
K. RIS 49
UUDS 50
|
PASAL 1 AYAT 2
PASAL 1 AYAT 2
PASAL 1 AYAT 2
|
DITANGAN RAKYAT
DITANGAN RAKYAT
DITANGAN RAKYAT
|
MPR
PEMERINTAH,
DPR, SENAT
PEMERINTAH +DPR
|
DEKRIT
PRESIDEN 5 JULI 1959
A. Latar Belakang/ alasan
dikeluarkannya Dekrit Presisen 5 juli 1959
a)
Gagalnya badan konstituante dalam
menjalankan tugasnya
b)
Pernyataan sebagian besar anggota
konstituante yang tidak mau menghadiri sidang.
c)
Keadaan ini membahayakan persatuan dan
keselamatan bangsa
d) Didukung
sebagian besar rakyat dan keyakinan
Presiden sendiri maka ditempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan negara
proklamasi
e)
Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945.
- Isi Dekrit
Presiden 5 Juli 1959
a.
Pembubaran badan konstituante
b.
Berlakunya kembali UUD 1945
c.
Tidak berlakunya UUDS 50
d.
Dibentuk MPRS dan DPAS
C.
Dasar
Hukum Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Hukum Darurat Negara ( Staats Nood Recht)
a.
Dalam arti Obyektif
Suatu keadaan dimana hukum memberikan
wewenang kepada Kepala negara bila dipandang perlu diperbolehkan mengambil
tindakan – tindakan hukum meskipun melanggar HAM,UU tetapi tidak boleh
melanggar UUD.
b.
Dalam arti Subyektif
Suatu keadaan dimana hukum memberikan
wewenang kepada Kepala negara bila dipandang perlu diperbolehkan mengambil
tindakan – tindakan hukum meskipun melanggar HAM,UU bahkan kalau perlu boleh
melanggar UUD.
Penyimpangan –
penyimpangan Orde Lama :
- Pengangkatan
Presiden seumur hidup ( Tap MPR No. III/ MPR/ 1963)
bertentangan dengan pasal 7 UUD 1945
- DPR
hasil pemilu dibubarkan diganti DPRGR ( Penpres No. 4/ 1960)
- Dilaksanakannya
demokrasi terpimpin yang bergeser menjadi pemusatan kekuasaan ditangan
presiden
- Ketua
MPRS dan DPRS diangkat menjadi pembantu presiden
- Pidato
presiden yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” /Manivesto Politik
) dijadikan GBHN ( Tap. No. I/MPRS/ 1960 )
- Penyelenggaraan
pemerintahan tidak bertumpu lagi pada UUD 1945
- Politik
luar negeri bebas aktif diselewengkan menjadi politik poros Jakarta –
Peking yang berarti condong ke blok komunis
- Indonesia
konfrontasi dengan Malaysia
- Indonesia
keluar dari keanggotaan PBB
- Munculnya
bentuk peraturan per- UU-an yang baru yang berbentuk Penpres.
- Terjadi
Pemberontakan G 30 S / PKI
Supersemar dan
Pemerintahan Orde Baru
- Surat Perintah Sebelas Maret
Sejak peristiwa G
30 S / PKI banyak rakyat menuntut agar pemerintah membubarkan PKI, namun tuntutan rakyat tersebut tidak
dihiraukan . Dengan dipelopori oleh Mahasiswa maka rakyat mengadakan
demonstrasi dan menyampaikan tuntutan yang dikenal “ TRITURA”
1.
Bubarkan PKI
2.
Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI
3.
Turunkan Harga
Untuk
mengatasi keadaan tersebut maka Presiden mengeluarka surat perintah 11 Maret
1966 yang dikenal “ SUPERSEMAR “
Tindakan Soeharto setelah memegang Supersemar ( 12 Maret 1966 )
1.
Membubarkan PKI dan Ormas-ormasnya ( BTI, GERWANI )
2.
Mengamankan 15 orang menteri yang terlibat PKI
b. Pemerintahan Orde
Baru ( 11 Maret 1966 – 21 Mei 1998
Orba adalah suatu tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang didasarkan pada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Tekat Orba :
a. Mempertahankan Pancasila dan UUD 1945
b. Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen
TAP – TAP MPR Yang
dikeluarkan tahun 1966
a. Tap
MPRS No. IX / MPRS/1966 Tentang Supersemar
b.
Tap MPRS No. XII/MPRS/1966 Tentang
Penegasan kembali Politik Luar Negeri Bebas Aktif.
c.
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 Tentang Sumber
Tertib Hukum RI dan Urutan peraturan Perundang-undangan RI
d.
Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 Tentang
Pembubaran PKI dan Ormas-ormasnya.
e.
Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 Tentang
Pencabutan Kekuasaan Presiden Soekarno dan Pengangkatan Presiden Sementara
Letjen Soeharto.
f.
Tap MPRS No.XLIV/MPRS/1968 Tentang
Pengangkatan Letjen Soeharto sebagai
Presiden RI.
PENYIMPANGAN
– PENYIMPANGAN ORBA :
- Banyak
terjadi KKN.
- Terjadinya
pemusatan kekuasaan di tangan Presiden
- Terjadinya
pelanggaran HAM
- Hak
politik rakyat dibatasi
- Adanya
diskriminasi hukum
- Pancasila
tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen
WARGA NEGARA
Pengertian warga
negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah penduduk sebuah
negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang
mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.
Sementara itu, AS Hikam dalam Ghazalli (2004) mendefinisikan warga
negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah
komunitas yang membentuk negara itu sendiri.Dalam konteks Indonesia,
istilah warga negara seperti yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan:
“Warga negara adalah Bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan
undang-undang sebagai warga negara”.
Selanjutnya
dalam pasal 1 UU Nomor 22/1958, dan dinyatakan juga dalam UU Nomor 12/2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan kepada peraturan yang
menyatakan bahwa Warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang
berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau
peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga
negara Republik Indonesia.
Warga negara
memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting bagi kemajuan dan bahkan
kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau
warga suatu negara haruslah ditentukan oleh Undang-undang yang dibuat oleh
negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga
negaranya, terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meningggalkannya serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E
ayat (1) UUD 1945.
Pernyataan ini
mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat
diklasifikasikan menjadi:
Warga Negara
Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2. Penduduk, yaitu orang-orang asing yang
tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa (surat izin untuk
memasuki suatu negara dan tinggal sementara yang diberikan oleh pejabat suatu
negara yang dituju) yang diberikan negara melalui kantor imigrasi.
Dalam
penjelasannya dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain, misalnya orang
peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab, dan lain-lain yang bertempat
tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap
setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Dari sudut
hubungan antara negara dan warga negara, Koerniatmanto S. mendefinisikan warga
negara dengan konsep anggota negara. Sebagai anggota negara, warga negara
mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan
kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.
B. Penentuan
Warga Negara Indonesia
Siapa saja yang
dapat menjadi warga negara dari suatu negara? Setiap negara berdaulat berwenang
menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Dalam menentukan
kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran, asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan dan Asas
kewarganegaraan berdasarkan naturalisasi.
a) Asas
Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Penentuan
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran seseorang dikenal dengan dua asas
kewarganegaraan yaitu ius soli dan ius sanguinis.
Kedua istilah
tersebut berasal dari bahasa Latin. Ius berarti hukum, dalil atau pedoman. Soli
berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah, dan sanguinis
berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan demikian ius soli berarti
pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran,
sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau
keturunan atau keibubapakan.
Sebagai contoh,
jika sebuah negara menganut ius soli, maka seorang yang dilahirkan di negara
tersebut mendapatkan hak sebagai warga negara. Begitu pula dengan asas ius
sanguinis, jika sebuah negara menganut ius sanguinis, maka seseorang yang lahir
dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara tertentu, Indonesia
misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewarganegaraan orang
tuanya, yakni warga negara Indonesia.
1. Asas
Ius Sanguinis
Kewarganegaraan
dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya
kalau orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan
sendirinya juga warga negara Indonesia. Asas Ius sanguinis atau Hukum Darah
(law of the blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas keibubapakan,
adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut
kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat di mana ia dilahirkan. Asas ini
dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan, seperti Eropa Kontinental dan
China.
Asas ius
sanguinis memiliki keuntungan, antara lain:
1) Akan
memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara;
2) Tidak
akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara yang lahir;
3) Semakin
menumbuhkan semangat nasionalisme;
4) Bagi
negara daratan seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada suatu
negara tertentu tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya
meskipun lahir di tempat lain (negara tetangga).
2. Asas
Ius Soli
Pada awalnya,
asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius soli saja.
Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah
negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut. Asas ius soli
atau asas tempat kelahiran atau hukum tempat kelahiran (law of the soil) atau
asas teritorial adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan
menurut tempat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara
imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada.
Tidak semua
daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau
orang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi
warga negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota
tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan
prinsip ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris,
Perancis, dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius solis ini tidak
berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya
berkebangsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang.
Untuk sementara
waktu asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para
imigran di negara tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal. Akan
tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, diperlukan suatu
asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain itu,
kebutuhan terhadap asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada
orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan
bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah
satu orang tuanya (misalnya di tempat ibunya).
Jika tetap
menganut asas ius soli, maka si anak hanya akan mendapatkan status
kewarganegaraan ibunya saja, sementara ia tidak berhak atas status
kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah, maka asas ius sanguinis
dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki status kewarga-negaraan bapaknya.
b) Asas
Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Selain hukum
kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga
dapat dilihat dari sistem perkawinan. Di dalam sistem perkawinan, terdapat dua
buah asas, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
1. Asas Kesatuan
Hukum
Asas kesatuan
hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga
merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak
berpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun
ikatan keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Untuk
merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suami-istri, maka
semuanya harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman
dan komitment menjalankan adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga
masing-masing tidak terdapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan
kesejahteraan keluarga. Menurut asas kesatuan hukum, sang istri akan mengikuti
status suami baik pada waktu perkawinan dilangsungkan maupun kemudian setelah
perkawinan berjalan. Negara-negara yang masih mengikuti asas ini antara lain:
Belanda, Belgia, Perancis, Yunani, Italia, Libanon, dan lainnya. Negara yang menganut
asas ini menjamin kesejahteraan para mempelai. Hal ini akan mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat, melalui proses hemogenitas dan asimilasi bangsa.
Proses ini akan dicapai apabila kewarganegaraan istri adalah sama dengan
kewarganegaraan suami. Lebih-lebih istri memiliki tugas memelihara anak yang
dilahirkan dari perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang ibu akan dapat
mendidik anak-anaknya menjadi warga negara yang baik apabila kewarganegaraannya
berbeda dengan sang ayah anak-anak.
2. Asas
Persamaan Derajat
Dalam
asas persamaan derajat, suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status
kewarganegaraan masing-masing pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun
istri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi
suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya
ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri. Negara-negara yang
menggunakan asas ini antara lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman,
Israel, Swedia, Birma dan lainnya. Asas ini dapat menghindari terjadinya
penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin
memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau berpura-pura
melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah melalui
perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang diinginkannya,
maka selanjutnya ia menceraikan istrinya.
c)
Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Naturalisasi
Walaupun tidak
dapat memenuhi status kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun
perkawinan, seseorang masih dapat mendapatkan status kewarganegaraan melalui
proses pewarganegaraan atau naturalisasi. Dalam pewarganegaraan ini ada yang
aktif ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan
hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu
negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau
diwarganegarakan oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga
negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi,
yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.
Perolehan
Kewarganegaraan Indonesia untuk mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia,
pemerintah mengatur dalam Undang-undang. Hal ini diatur sedemikian rupa,
sehingga mampu mengantisipasi berbagai permasalahan baik sosial maupun
permasalahan hukum yang terjadi. Karena permasalahan yang menyangkut status
warga negara dapat terjadi pada wilayah dalam negeri maupun aktivitas yang berkaitan
dengan interaksi antar negara. Sebagai contoh, kehadiran beberapa artis muda di
Indonesia yang berasal dari negara lain, saat ini tengah berurusan dengan pihak
imigrasi karena visa dan status kewarganegaraan mereka. Terkait dengan
kejahatan, berbagai kasus penyebaran narkoba oleh warga negara kulit hitam di
Indonesia melibatkan jaringan internasional. Dengan pengaturan status
kewarganegaraan, pihak kepolisian memiliki bukti yang kuat untuk mencekal
maupun menangkap dan mengembalikannya ke negara asalnya.
Dalam penjelasan
umum Undang-undang No. 62/1958 bahwa terdapat 7 (tujuh) cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia, yaitu :
1) Karena kelahiran;
2) Karena pengangkatan;
3) Karena dikabulkannya permohonan;
4) Karena pewarganegaraan;
5) Karena perkawinan
6) Karena turut ayah dan atau ibu;
7) Karena pernyataan.
C. Hak
dan Kewajiban Warga Negara
Hak adalah
sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita
sendiri. Contohnya, hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari guru
dan sebagainya.
Sebagai warga
negara yang baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban kita
dengan tertib. Hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 yang
meliputi.
a) Hak dan Kewajiban dalam Bidang Politik
Pasal 27 ayat
(1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu dengan
tidak ada kecualinya”. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban, yaitu:
· Hak untuk diperlakukan yang sama di
dalam hukum dan pemerintahan.
· Kewajiban menjunjung hukum dan
pemerintahan.
Pasal 28
menyatakan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Arti
pesannya adalah:
- Hak berserikat
dan berkumpul.
- Hak
mengeluarkan pikiran (berpendapat).
- Kewajiban
untuk memiliki kemampuan beroganisasi dan melaksanakan aturan-
aturan lainnya, di antaranya: Semua
organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai
azasnya, semua media pers dalam mengeluarkan
pikiran (pembuatannya selain
bebas harus pula bertanggung jawab dan
sebagainya).
b) Hak dan Kewajiban dalam Bidang Sosial
Budaya
Pasal 31 ayat
(1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Pasal 31 ayat
(2) menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim
pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
Pasal 32
menyatakan bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
Arti pesan yang
terkandung adalah:
Ø Hak memperoleh kesempatan pendidikan pada
segala tingkat, baik umum maupun kejuruan.
Ø Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan
nasional dan daerah.
Ø Kewajiban mematuhi peraturan-peraturan dalam
bidang kependidikan.
Ø Kewajiban memelihara alat-alat sekolah,
kebersihan dan ketertibannya.
Ø Kewajiban ikut menanggung biaya pendidikan.
Ø Kewajiban memelihara kebudayaan nasional dan
daerah.dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan Kewajiban warga negara tertuang
pula pada pasal 29 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Ø Hak untuk mengembangkan dan menyempurnakan
hidup moral keagamaannya, sehingga di samping kehidupan materiil juga kehidupan
spiritualnya terpelihara dengan baik.
Ø Kewajiban untuk percaya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
c) Hak dan Kewajiban dalam Bidang Hankam
Pasal 30
menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pembelaan negara”.
d) Hak dan Kewajiban dalam Bidang Ekonomi
Pasal 33 ayat
(1), menyatakan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas azas kekeluargaan”.
Pasal 33 ayat
(2), menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Pasal 33 ayat
(3), menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Pasal 34
menyatakan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Arti pesannya adalah:
ü Hak memperoleh jaminan kesejahteraan ekonomi,
misalnya dengan tersedianya barang dan jasa keperluan hidup yang terjangkau
oleh daya beli rakyat.
ü Hak dipelihara oleh negara untuk fakir miskin
dan anak-anak terlantar.
ü Kewajiban bekerja keras dan terarah untuk
menggali dan mengolah berbagai sumber daya alam.
ü Kewajiban dalam mengembangkan kehidupan
ekonomi yang berazaskan kekeluargaan, tidak merugikan kepentingan orang lain.
ü Kewajiban membantu negara dalam pembangunan
misalnya membayar pajak tepat waktu.
Itulah hak dan
kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan Anda sebagai
warga negara wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Di samping itu,
setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia, diharapkan memiliki
karakteristik yang bertanggung jawab dalam menjalankan hak dan kewajibannya.
Karakteristik adalah sejumlah sifat atau tabiat yang harus dimiliki oleh warga
negara Indonesia, sehingga muncul suatu identitas yang mudah dikenali sebagai
warga negara.
Sejumlah sifat
dan karakter warga negara Indonesia adalah memiliki rasa hormat dan tanggung
jawab, bersikap kritis, melakukan diskusi dan dialog, bersikap Terbuka,
rasional, adil, dan jujur.2.
Komentar
Posting Komentar