MENUMBUHKAN RASA
KEWIRAUSAHAAN SEJAK DINI
PENDAHULUAN
Analisis Situasi
Krisis yang terjadi di negara kita, telah mengakibatkan
banyak industri yang menghentikan proses produksinya, sehingga mengakibatkan terjadinya Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK), yang dampak selanjutnya mengakibatkan tingginya tingkat
pengangguran. Peningkatan pengangguran mengakibatkan makin maraknya tindak
kejahatan, kriminalitas, pelanggaran norma dan kesusilaan sehingga akan
menganggu stabilitas ekonomi, politik, keamanan maupun ketentraman masyarakat
pada umumnya.
Untuk mengantisipasi dampak terjadinya krisis ekonomi,
salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah perlu ditumbuh kembangkan budaya kewirausahaan di seluruh
lapisan masyarakat termasuk di lingkungan pendidikan formal maupun non
formal termasuk pendidikan di lingkungan
keluarga dan masyarakat.
Pemasyarakatan dan pembudayaan kewirausahaan ini sangat
penting, mengingat kenyataan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
pengusaha-pengusaha Indonesia atas dasar jiwa kewirausahaan bersifat turun temurun dan bukan melalui
pendidikan formal. Selain itu, hanya sekitar 2 % pengusaha Indonesia yang
berpendidikan diploma atau politeknik dan sebagian besar adalah lulusan SD.
Berbagai kebijaksanaan maupun kerjasama antar departemen perlu dilakukan guna
mengembangkan jiwa wirausaha maupun kegiatan yang produktif.
Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa lulusan perguruan
tinggi ternyata jiwa wirausahanya masih rendah. Hal tersebut antara lain
disebabkan karena pada usia mahasiswa karakternya sudah mulai terbentuk,
sehingga penanaman jiwa wirausaha mengalami kesulitan. Untuk mengatasi
permasalahan di atas, perlu dikembangkan pendidikan kewirausahaan mulai dari
tingkat dasar. Pendidikan kewirausahaan dari tingkat dasar bisa dilakukan
melalui pendidikan dalam keluarga, karena
keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam mendasari pendidikan
anak. Oleh karena itu pada langkah awal akan dilakukan pelatihan tentang
bagaimana cara mendidik anak dalam keluarga yang berwawasan kewirausahaan.
Selama ini di Kelompok Bermain
Cendekia belum pernah ada pelatihan tentang bagaimana cara mendidik anak dalam
keluarga yang berwawasan kewirausahaan, sehingga pelatihan ini dipandang perlu
diadakan bagi orang tua siswa dan guru Kelompok Bermain Cendekia dan sekitarnya.
Pelatihan ini bertujuan untuk 1) Menambah wawasan kepada orang tua
agar dapat mengintegrasikan ciri-ciri
wirausaha dalam pendidikan anak di dalam keluarga. 2)Menumbuhkan
sikap dan perilaku wirausaha pada anak sejak dini.
Pengertian
Kewirausahaan
Kewirausahaan (Inggris: Entrepreneurship) atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi,
mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan Visi tersebut bisa berupa ide
inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir
dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi
risiko atau ketidakpastian.
Kewirausahaan
memiliki arti yang berbeda-beda antar para ahli atau sumber acuan karena
berbeda-beda titik berat dan penekanannya. Richard Cantillon (1775), misalnya,
mendefinisikan kewirausahaan sebagai bekerja sendiri (self-employment).
Seorang wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya
pada masa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih
menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi risiko atau ketidakpastian.
Berbeda dengan para ahli lainnya, menurut Penrose (1963) kegiatan kewirausahaan
mencakup indentfikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi sedangkan menurut
Harvey Leibenstein (1968, 1979) kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan
untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum
terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi
produksinya belum diketahui sepenuhnya dan menurut Peter Drucker,
kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan disebut wirausahawan. Muncul pertanyaan mengapa
seorang wirausahawan (entrepreneur) mempunyai cara berpikir yang berbeda
dari manusia pada umumnya. Mereka mempunyai motivasi, panggilan jiwa, persepsi
dan emosi yang sangat terkait dengan nilai nilai, sikap dan perilaku sebagai manusia
unggul.
KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
Di
dalam kehidupan masyarakat Indonesia terdapat nilai-nilai sosial yang membentuk
kearifan local (local wisdom) dan
telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Misalnya, gotong royong,
kekeluargaan, musyawarah untuk mufakat, dan tepa selira (toleransi). Hadirnya
Kearifan local ini tak bisa dilepaskan dari nilai-nilai religi yang dianut
masyarakat Indonesia sehingga nilai-nilai kearifan local Ini makin melekat pada diri mereka. Tak
mengherankan, nilai-nilai Kearifan local ini dijalankan tak semata-mata untuk
menjaga keharmonisan hubungan antarmanusia, tetapi juga menjadi bentuk
pengabdian manusia kepada Sang Pencipta.
A. Etimologi
Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha Wira berarti pejuang, pahlawan,
manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha
adalah perbuatan amal, bekerja, dan berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah
pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu.
B.
Sejarah Kewirausahaan
Wirausaha secara historis sudah dikenal sejak diperkenalkan
oleh Richard Castillon pada tahun 1755. Di luar negeri, istilah kewirausahaan
telah dikenal sejak abad 16, sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir
abad 20. Beberapa istilah wirausaha seperti di Belanda dikenadengan ondernemer, di Jerman dikenal
dengan unternehmer. Pendidikan kewirausahaan mulai dirintis sejak
1950-an di beberapa negara seperti Eropa, Amerika, dan Kanada. Bahkan sejak
1970-an banyak universitas yang mengajarkan kewirausahaan atau manajemen usaha
kecil Pada tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan
pendidikan kewirausahaan. Di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas
pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan
perkembangan dan tantangan seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman
kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan di
segala lapisan masyarakat kewirausahaan menjadi berkembang.
C.
Proses Kewirausahaan
Menurut Carol Noore yang dikutip oleh Bygrave, proses
kewirausahaan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut dipengeruhi oleh
berbagai faktor baik yang berasal dari pribadi maupun di luar pribadi, seperti
pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan dan lingkungan. Faktor-faktor
tersebut membentuk ‘’locus of control’’,kreativitas,
keinovasian, implementasi, dan pertumbuhan yang kemudian berkembangan menjadi wirausahawan yang besar. Secara internal, keinovasian
dipengaruhi oleh faktor yang bersal dari individu, seperti locus of control, toleransi,
nilai-nilai, pendidikan, pengalaman. Sedangkan faktor yang berasal dari
lingkungan yang memengaruhi diantaranya model peran, aktivitas, dan peluang.
Oleh karena itu, inovasi berkembang menjadi kewirausahaan melalui proses yang
dipengaruhi lingkungan, organisasi, dan keluarga.
Setelah memahami
ciri-ciri manusia wirausaha, langkah selanjutnya yang perlu dipelajari adalah
bagaimana cara menanamkan jiwa wirausaha. Satu-satunya jawaban atas pertanyaan
ini adalah dengan pendidikan. Strategi pendidikan wirausaha yang perlu ditempuh
hendaknya bertolak dari kebijakan pendidikan
nasional, karena selaras dengan makna pendidikan kewirausahaan. Dalam hal ini kita harus ingat asas serta tanggung jawab
pelaksanaan pendidikan kita. Asas dan tangung jawab pendidikan nasional itulah
yang menentukan strategi pendidikan kewirausahawan. Oleh karena pendidikan
manusia wirausaha menjadi wujud asas pendidikan kita, maka prinsip-prinsip
berikut dijadikan strategi kelangsungan pendidikan manusia, yaitu:
(1)
Pendidikan
manusia wirausaha berlangsung seumur hidup di mana dan kapan saja, sehingga
peranan subyek manusia untuk belajar dan mendidik diri sendiri secara wajar
merupakan kewajiban kodrati manusia.
(2)
Sebagai
realisasi dari prinsip di atas, maka lingkungan pelaksanaan pendidikan manusia
wirausaha meliputi:
(a)
Lingkungan
keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama untuk mendidik manusia wirausaha.
(b)
Lingkungan
sekolah sebagai lingkungan pendidikan formal untuk melengkapi bekal pribadi
manusia wirausaha.
(c)
Lingkungan
masyarakat sebagai lingkungan pendidikan non – formal, yang mewujudkan
perkembangan pribadi yang wajar dalam situasi sosial.
(3)
Oleh
karena lingkungan pendidikan manusia
wirausaha meliputi tiga lingkungan seperti dikemukakan di atas, maka lembaga
penanggung jawab pendidikan manusia wirausaha terdiri dari:
(a)
Keluarga
sebagai penanggung jawab pertama dan utama pelaksanaan pendidikan manusia wirausaha.
(b)
Sekolah
sebagai penanggung jawab pendidikan manusia wirausaha
(c)
Perkumpulan-perkumpulan
masyarakat sebagai penanggung jawab pula kelangsungan pendidikan manusia
wirausaha.
Dengan
demikian tiga lingkungan dan lembaga di atas diharapkan dapat memegang peranan
dan tanggung jawab langsung atas pendidikan manusia wirausaha.
Pendidikan Kewirausahaan
Untuk melihat bagaimana
mempersiapkan manusia wirausaha di lingkungan sekolah ada beberap hal yang
perlu dipaparkan adalah:
1. Peranan Sekolah
dalam mempersiapkan Manusia-Manusia Wirausaha.
Hakikat persiapan manusia
wirausaha adalah dalam segi penempaan sikap mental wirausaha. Dengan perkataan
lain, persiapan manusia wirausaha terletak pada penempaan semua daya kekuatan
pribadi manusia itu untuk menjadikannya dinamis dan kreatif, disamping mampu
berusaha untuk hidup maju dan berprestasi. Manusia yang semacam itu yang
menunjukkan ciri-ciri wirausaha. Seperti telah dikemukakan pada paparan diatas
bahwa salah satu ciri manusia wirausaha adalah memiliki ciri-ciri kepribadian yang kuat.
Dalam praktik di sekolah, beberapa
hal yang dapat dilakukan dalam rangka
menanamkan jiwa wirausaha pada anak adalah:
a)
Pembenahan Proses Pembelajaran Di Sekolah
b) Pembenahan Pada Diri Guru
c) Pembenahan Terhadap Sistem Bimbingan Belajar
d) Pembenahan
dalam Metode Mengajar
2.
Sikap dan Perilaku
Wirausaha
Bimo Walgito
berpendapat bahwa sikap adalah organisasi pendapat, keyakinan seseorang
mengenai obyek atau situasi yang relatif tetap, yang disertai adanya perasaan
tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau
berperilaku dalam cara tertentu yang
dipilihnya (1991:109). Sementara Allport dalam Sears dkk mengemukakan bahwa
sikap adalah keadaan mental dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang
memberikan pengaruh dinamik atau terarah pada respons individu pada semua obyek
dan situasi yang berkaitan dengannya ( 1992:136)..
Berdasarkan batasan sikap dapat diketahui bahwa pada umumnya sikap itu
mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap yaitu:
a
Komponen
kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan akan hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap.
b
Komponen
afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa
senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa tidak senang merupakan hal
yang negative. Komponen ini menunjukkan arah sikap yaitu positif dan negatif.
c
Komponen
konatif ( komponen perilaku), yaitu komponen yang berhubungan dengan
kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap. Komponen ini menunjukkan
intensitas sikap yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau
berperilaku seseorang terhadap obyek sikap ( Bimo Walgito, 1991:112).
Menurut Sarlito wirawan (1776:85) faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap:
1)
Faktor
intern
Meliputi faktor-faktor yang terdapat pada orang yang
bersangkutan misal: selektivitas, karena harus memilih inilah sikap yang
positip terhadap sesuatu hal dan pembentukan sikap
negatif pada sesuatu hal lain.
2)
Faktor
Ekstern
Meliputi faktor-faktor yang terdapat di luar individu
seperti:
a)
Sikap
obyek yang dijadikan sasaran obyek
b)
kewibawaan
orang yang mengemukakan suatu sikap
c)
sikap
orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut
d) media komunikasi yang digunakan dalampenyampaian
sikap.
e)
Situasi
pada saat sikap tersebut.
Keinginan orang tua agar anak menjadi pegawai negeri
merupakan bukti konkrit bahwa budaya feodal yang merupakan warisan dari
penjajah sebagai suatu kendala perkembangan bangsa kita. Mungkin saja anak
memiliki jiwa dan sikap positif terhadap wirausaha, akan tetapi mungkin
mengalami benturan nilai dengan orang tua, sehingga anak terpaksa menjadi
pengawai negeri.
Jika seorang
pendidik menginginkan menumbuhkan sikap sasaran didik, seharusnya mengetahui
bakat yang ada pada sasaran didik, keinginan sasaran didik, nilai dan
pengetahuan yang seharusnya didapat sasaran didik, serta lingkungan lain yang
kondusif bagi penumbuhan sikap mereka, termasuk lingkungan politik. Keadaan ini
sulit dilakukan, tetapi harus diusahakan. Jika kita ingin pendidikan berkembang
dan bermanfaat bagi masyarakat, maka kita tidak boleh diam. Apapun hasilnya,
pendidik harus berusaha melakukan inovasi proses pendidikan. Perlu disadari,
bahwa segala sesuatu membutuhkan proses yang cukup panjang untuk mencapai suatu
keberhasilan.
Sebagaimana diketahui oleh umum, bahwa sistem pendidikan
kita masih bersandar pada prinsip, teori, dan konsep behavioristik. Konsep dan
teori terbut jika diaplikasikan dalam pendididikan kejuruan dan profesi, sudah
tidak relevan lagi. Model pendidikan klasikal, seperti yang sekarang ini banyak
diterapkan, berangkat dari konsep behavioristik, sulit untuk menumbuhkan sikap
wirausaha. Pada masa pembangunan, seperti terjadi di negara kita pada saat ini,
sangat membutuhkan tenaga wirausahawan untuk mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi nasional. Dengan demikian, manakala kita masih mempertahankan model
pendidikan behavioristik, kami yakin bahwa tidak akan mampu menumbuhkan
wirausahawan yang menjadi pelaku pembangunan ekonomi nasional yang handal.
Dengan demikian, perubahan sistem dan model pendidikan, khususnya dalam
pendidikan bisnis, perlu dilakukan. Terutama mengarah pada pembelajaran
kewirausahaan.
Perilaku wirausaha merupakan perilaku manusia dalam
kegiatan wirausaha sebagai upaya manusia untuk mengatasi masalah yang
berhubungan dengan wirausaha. Pembentukan sikap dan perilaku wirausaha
siswamerupakan tujuan yang harus dicapai dalampembelajaran
kewirausahaan.Pembentukan sikap dapat dipenuhi melalui pendidikan informal
dapat dilakukan melaluhi keluarga biasanya yang berperan utama orang tua.
Sedangkan secara formal dapat dilakukan melalui proses pembelajaran di sekolah.
D.
Ciri-Ciri Sifat Kewirausahaan
Untuk dapat
mencapai tujuan yang diharapkan, maka setiap orang memerlukan ciri-ciri dan
juga memiliki sifat-sifat dalam kewirausahaan. Ciri-ciri seorang wirausaha
adalah:
·
Percaya diri
·
Berorientasikan tugas dan hasil
·
Berani mengambil risiko
·
Kepemimpinan
·
Keorisinilan
·
Berorientasi ke masa depan
·
Jujur dan tekun
Sifat-sifat seorang
wirausaha adalah:
·
Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas,
optimisme.
·
Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba,
memiliki ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras,
energik dan memiliki inisiatif.
·
Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan.
·
Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang
lain dan suka terhadap saran dan kritik yang membangun.
·
Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa
dan memiliki jaringan bisnis yang luas.
·
Memiliki persepsi dan cara pandang yang berorientasi pada masa
depan.
·
Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.
Secara umum tahap-tahap melakukan wirausaha:
Tahap memulai
Tahap
di mana seseorang yang berniat untuk melakukan usaha mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat peluang usaha baru yang mungkin
apakah membuka usaha baru, melakukan akuisisi, atau melakukan ‘’franchising’’. Tahap
ini juga memilih jenis usaha yang akan dilakukan apakah di bidang pertanian,industri, atau jasa.
Tahap melaksanakan usaha
Dalam
tahap ini seorang wirausahawan mengelola
berbagai aspek yang terkait dengan usahanya, mencakup aspek-aspek: pembiayaan,
SDM, kepemilikan, organisasi, kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil
risiko dan mengambil keputusan, pemasaran, dan melakukan evaluasi.
Tahap mempertahankan usaha
Tahap
di mana wirausahawan berdasarkan
hasil yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk ditindaklanjuti
sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
·
Tahap mengembangkan usaha
Tahap
di mana jika hasil yang diperoleh tergolong positif atau mengalami perkembangan
atau dapat bertahan maka perluasan usaha menjadi salah satu pilihan yang
mungkin diambil.
Sikap wirausaha
Dari
daftar ciri dan sifat watak seorang wirausahawan di atas, dapat kita
identifikasi sikap seorang wirausahawan yang dapat diangkat dari kegiatannya
sehari-hari, sebagai berikut:
·
Disiplin
Dalam
melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki kedisiplinan yang
tinggi. Arti dari kata disiplin itu sendiri adalah ketepatan komitmen
wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya. Ketepatan yang dimaksud bersifat
menyeluruh, yaitu ketepatan terhadap waktu, kualitas pekerjaan, sistem kerja
dan sebagainya. Ketepatan terhadap waktu, dapat dibina dalam diri seseorang
dengan berusaha menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Sifat
sering menunda pekerjaan dengan berbagai macam alasan, adalah kendala yang
dapat menghambat seorang wirausahawan meraih keberhasilan. Kedisiplinan
terhadap komitmen akan kualitas pekerjaan dapat dibina dengan ketaatan
wirausahawan akan komitmen tersebut. Wirausahawan harus taat azas. Hal tersebut
akan dapat tercapai jika wirausahawan memiliki kedisiplinan yang tinggi
terhadap sistem kerja yang telah ditetapkan. Ketaatan wirausahawan akan
kesepakatan-kesepakatan yang dibuatnya adalah contoh dari kedisiplinan akan
kualitas pekerjaan dan sistem kerja.
·
Komitmen Tinggi
Komitmen
adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh seseorang, baik
terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam melaksanakan kegiatannya,
seorang wirausahawan harus memiliki komitmen yang jelas, terarah dan bersifat
progresif (berorientasi pada kemajuan). Komitmen terhadap dirinya sendiri dapat
dibuat dengan identifikasi cita-cita, harapan dan target-target yang
direncanakan dalam hidupnya. Sedangkan contoh komitmen wirausahawan terhadap
orang lain terutama konsumennya adalah pelayanan prima yang berorientasi pada
kepuasan konsumen, kualitas produk yang sesuai dengan harga produk yang
ditawarkan, penyelesaian bagi masalah konsumen, dan sebagainya.Seorang
wirausahawan yang teguh menjaga komitmennya terhadapkonsumen, akan memiliki
nama baik di mata konsumen yang akhirnya wirausahawan tersebut akan mendapatkan
kepercayaan dari konsumen, dengan dampak pembelian terus meningkat sehingga
pada akhirnya tercapai target perusahaan yaitu memperoleh laba yang diharapkan.
·
Jujur
Kejujuran
merupakan landasan moral yang kadang-kadang dilupakan oleh seorang
wirausahawan. Kejujuran dalam berperilaku bersifat kompleks. Kejujuran mengenai
karakteristik produk (barang dan jasa) yang ditawarkan, kejujuran mengenai
promosi yang dilakukan, kejujuran mengenai pelayanan purnajual yang dijanjikan
dan kejujuran mengenai segala kegiatan yang terkait dengan penjualan produk
yang dilakukan olehwirausahawan.
·
Kreatif dan Inovatif
Untuk
memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus memiliki daya
kreativitas yang tinggi. Daya kreativitas tersebut sebaiknya dilandasi oleh
cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan
produk-produk yang telah ada selama ini di pasar. Gagasan-gagasan yang kreatif
umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun waktu. Justru
seringkali ide-ide jenius yangmemberikan terobosan-terobosan baru dalam dunia
usaha awalnya adalah dilandasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya
mustahil.
·
Mandiri
Seseorang
dikatakan “mandiri” apabila orang tersebut dapat melakukan keinginan dengan
baik tanpa adanya ketergantungan pihak lain dalammengambil keputusan atau
bertindak, termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya, tanpa adanya ketergantungan
dengan pihak lain. Kemandirian merupakan sifat mutlak yang harus dimiliki oleh
seorang wirausahawan. Pada prinsipnya seorang wirausahawan harus memiliki sikap
mandiri dalam memenuhi kegiatan usahanya.
·
Realistis
Seseorang
dikatakan realistis bila orang tersebut mampu menggunakan fakta/realita sebagai
landasan berpikir yang rasional dalam setiap pengambilan keputusan maupun
tindakan/ perbuatannya. Banyak seorang calon wirausahawan yang berpotensi
tinggi, namun pada akhirnya mengalami kegagalan hanya karena wirausahawan
tersebut tidak realistis, obyektif dan rasional dalam pengambilan keputusan
bisnisnya. Karena itu dibutuhkan kecerdasan dalam melakukan seleksi terhadap masukan-masukan/
sumbang saran yang ada keterkaitan erat dengan tingkat keberhasilan usaha yang
sedang dirintis.
Faktor Kegagalan Dalam Wirausaha
Menurut
Zimmerer (dalam Suryana, 2003 : 44-45) ada beberapa faktor yang
menyebabkan wirausaha gagal dalam menjalankan usaha barunya:
·
Tidak kompeten dalam manajerial.
Tidak
kompeten atau tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan mengelola usaha
merupakan faktor penyebab utama yang membuat perusahaan kurang berhasil.
·
Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan mengkoordinasikan,
keterampilan mengelola sumber daya manusia, maupun kemampuan mengintegrasikan
operasi perusahaan.
·
Kurang dapat mengendalikan keuangan. Agar perusahaan dapat
berhasil dengan baik, faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara
aliran kas. Mengatur pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan
memelihara aliran kas menyebabkan operasional perusahan dan mengakibatkan
perusahaan tidak lancar.
·
Gagal dalam perencanaan.
Perencanaan
merupakan titik awal dari suatu kegiatan, sekali gagal dalam perencanaan maka
akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan.
·
Lokasi yang kurang memadai.
Lokasi
usaha yang strategis merupakan faktor yang menentukan keberhasilan usaha.
Lokasi yang tidak strategis dapat mengakibatkan perusahaan sukar beroperasi
karena kurang efisien.
·
Kurangnya pengawasan peralatan.
Pengawasan
erat berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas. Kurang pengawasan
mengakibatkan penggunaan alat tidak efisien dan tidak efektif.
·
Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha.
Sikap
yang setengah-setengah terhadap usaha akan mengakibatkan usaha yang dilakukan
menjadi labil dan gagal. Dengan sikap setengah hati, kemungkinan gagal menjadi
besar.
·
Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan.
Wirausaha
yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan, tidak akan menjadi
wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha hanya bisa diperoleh
apabila berani mengadakan perubahan dan mampu membuat peralihan setiap waktu.
Peran Wirausaha Dalam Perekonomian
Nasional
Seorang
wirausaha berperan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal
seorang wirausaha berperan dalam mengurangi tingkat kebergantungan terhadap
orang lain, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan daya beli
pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausaha berperan dalam menyediakan
lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja oleh
kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha, tingkat pengangguran
secara nasional menjadi berkurang.
Menurunnya
tingkat pengangguran berdampak terhadap naiknya pendapatan perkapita dan
daya beli masyarakat, serta tumbuhnya perekonomian secara nasional. Selain itu,
berdampak pula terhadap menurunnya tingkat kriminalitas yang biasanya
ditimbulkan oleh karena tingginya pengangguran.
Seorang
wirausaha memiliki peran sangat besar dalam melakukan wirausaha. Peran
wirausaha dalam perekonomian suatu negara adalah:
·
Menciptakan lapangan kerja
·
Mengurangi pengangguran
·
Meningkatkan pendapatan masyarakat
·
Mengombinasikan faktor–faktor produksi (alam, tenaga kerja,
modal dan keahlian)
·
Meningkatkan produktivitas nasional
Komentar
Posting Komentar