Ada dua jenis keuntungan dari investasi di saham yakni berupadividend dan capital gain.Dividen adalah bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Sedangkan capital gainadalah selisih nilai pembelian dengan nilai penjualan.
Jika seorang investor membeli saham XYZ di harga Rp1.000 per lembar dan kemudian menjualnya di harga Rp1.100 per lembar maka investor tadi telah mengantongi keuntungan berupa capital gain sebesar Rp 100 per saham. Jika ia membeli satu juta lembar saham XYZ maka keuntungannya Rp100 juta. Capital gain bisa dinikmati sewaktu-waktu, ketika harga saham naik, sedangkan dividen hanya bisa dinikmati satu tahun sekali, setelah tutup buku.
Pertanyaannya, apakah setiap saham yang dibeli investor selalu bisa memberikan capital gain dan atau dividen? Tentu saja tidak. Hal itu tergantung pada performance dari setiap perusahaan. Jika performanceperusahaan bagus, pertumbuhan kinerjanya stabil dari waktu ke waktu, bisa jadi investor akan menikmati capital gain dan dividen sekaligus.
Tapi jika kinerja keuangan emiten negatif, maka bisa jadi investor tidak akan menikmati dua-duanya. Dalam praktik, banyak investor yang hanya mengejar capital gain, tidak peduli dengan dividen. Tapi banyak juga investor yang berharap selalu ada dividen yang dibayar oleh emiten setiap tahun.
Paparan di atas jelas menyebutkan bahwa dividen hanya akan dibagi jika perusahaan berhasil mencetak laba bersih. Jika perusahaan menderita rugi dalam tahun buku berjalan, kemungkinan besar tidak akan ada dividen, meski masih ada kemungkinan membagi dividen yang berasal dari laba ditahan tahun sebelumnya. Jika perusahaan untung, berapa besar dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham?
Besar kecilnya nilai dividen ditentukan paling tidak oleh dua hal. Pertama, kondisi likuiditas perusahaan. Apakah perusahaan memiliki cadangan kas yang berlimpah atau tidak. Jika kas perusahaan likuid maka manajemen tidak akan ragu membagikan dividen dalam jumlah besar. Kedua, adakah rencana belanja modal atau bentuk ekspansi lainnya yang akan dilakukan perusahaan ? Jika perusahaan memiliki rencana belanja modal atau ekspansi yang membutuhkan pendanaan besar, maka manajemen biasanya akan mementingkan belanja modal, sehingga porsi untuk dividen dikurangi.
Apapun kondisi perusahaan dan seberapapun porsi dividen yang akan dibagikan, harus mendapat persetujuan mayoritas pemegang saham. Jika mayoritas pemegang saham tidak setuju ada dividen dan lebih condong untuk ekspansi, maka manajemen tidak akan membagi dividen kendati perusahaan berhasil meraih keuntungan besar.
Biasanya, setiap emiten memiliki rancangan kebijakan pembagian dividen. Misalnya, jika perusahaan berhasil meraih laba bersih antara Rp100 miliar hingga Rp125 miliar maka perusahaan akan memberikan dividen sebanyak 20 persen dari laba bersih. Jika laba bersih yang dicapai antara Rp125 miliar hingga Rp150 miliar maka nilai dividen yang akan dibagi adalah 25 persen dari laba bersih. Setiap emiten memiliki formula berbeda-beda dalam menentukan dividen pay out ratio.
Deviden Payout Ratio (DPR) adalah sebuah parameter untuk mengukur besaran dividen yang akan dibagikan ke pemegang saham. Formulanya: nilai dividen yang dibagikan per saham dibanding dengan nilai laba bersih per saham. Jika sebuah perusahaan PT ABC berhasil membukukan laba bersih setelah pajak Rp150 miliar atau Rp150 per saham, dan kemudian pemegang saham memutuskan untuk membagikan dividen Rp 50 per saham, maka dividend pay out ratio (DPR) adalah Rp50 dibagi Rp150 atau 33,3 persen.
Pertanyaan berikutnya yang muncul apakah nilai dividen sebesar itu cukup bagus bagi investor atau pemegang saham. Jawabannya relatif. Harus ada perbandingan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain dengan sektor bisnis yang sama. Dan bagaimana juga dengan rata-rata industri, apakah dividen 33,3 persen itu masih terlalu rendah atau sebaliknya sudah sangat tinggi.
Komentar
Posting Komentar