1.
PENGERTIAN
1.1
Kebijaksanaan Investasi
Aktiva produktif dalam
garis besarnya terdiri dari kredit dan
investasi yang merupakan manifestasi
dari loanable funds. Artinya, setelah
dicadangkan dana untuk keperluan cash ratio berupa primary reserve maka dana secondary
reserve dana loanable funds dialokasikan ke dalam berbagai jenis investasi
dana yang dianggap Bank paling menguntungkan dan dengan degree of risk yang kecil.
Kewajiban
utama bank umum adalah melayani kebutuhan kredit masyarakatnya. Selain dari itu
ia perlu pula menyediakan likuiditas pelindung untuk mengatasi kemungkinan
peningkatan permintaan kredit local jangka pendek. Di beberapa daerah atau pada
waktu-waktu tertentu, ada bank-bank yang walaupun telah melaksanakan
kewajiban-kewajiban tersebut diatas, namun masih memiliki kelebihan dana yang
dapat di investasikan.
Bagaimanapun juga, dana yang belum atau tidak
akan digunakan untuk pemberian kredit, akan menimbulkan masalah kebijaksanaan
yang rumit bagi bank, yaitu bagaimana sebaiknya menginvestasikan dana tersebut.
1.2
Tujuan Utama Kebijaksanaan Investasi
Pada
umumnya aktivitas suatu bank diarahkan pada usaha untuk meningkatkan pendapatan
dengan meminimalkan risiko. Secara konvensional, banyak bank mengutamakan
aktivitas perkreditan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut, namun
banyak bank juga yang mengalami kepailitan karenanya. Oleh sebab itu perlu
penataan portofolio asset sebagai sarana yang tidak hanya dapat memberikan
kontribusi bagi penciptaan pendapatan, namun juga sekaligus sabagai pengendali
likuiditas, yakni pengelolaan portofolio pinjaman dibarengi dengan portofolio
investasi (loan and investment
management)
Kebijakan
pengelolaan pinjaman dan investasi perlu ditetapkan secara jelas sebagai paduan
bagi unit pelaksana dalam menjalankan tugasnya menata investasi dengan baik.
Kebijakan pinjaman dan investasi pada umumnya tercermin dari bagaimana suatu
bank mengidentifikasikan arah elemen pinjaman dan investasinya. Suatu bank
komersial yang menganut pendekatan pendanaan yang terpusat (pool of funds approach) diharapkan untuk lebih menekankan pendapatan. Dalam pendekatan
seperti itu, jenis-jenis investasi diibaratkan sebagai bagian dari penggunaan
dana setelah kebutuhan likuiditas bank tesebut terpenuhi. Setelah likuiditas
dipandang aman, maka barulah dipikirkan arah pinjaman dan investasi kedalam
berbagai bentuk dan jenis guna menunjang tambahan keuntungan bank.
Pada
sebagian besar bank komersial, aktivitas perkreditan terkonsentrasi di
cabang-cabang. Dengan demikian aktivitas investasi pada surat berharga yang
dilakukan di kantor pusat merupakan alat bagi diversifikasi atas struktur
aktiva perusahaan.
Dari uraian
diatas, maka tujuan manajemen pinjaman dan investasi adalah:
· Menjaga
likuiditas (to meet liquidity requirement)
· Diversifikasi
atas struktur aktiva dan pasiva dalam kaitannya dengan fluktuasi suku bunga (to control the level of interest rate
exposure)
·
Meningkatkan pendapatan (generate income)
Tujuan utama
kebijaksanaan investasi bank adalah mendapatkan pendapatan yang maksimum dengan
risiko minimum. Memaksimumkan pendapatan tentu saja tidak hanya berarti membeli
efek yang berpenghasilan tertinggi sekarang. Pendapatan harus dihitung untuk
jangka waktu panjang. Risiko pin juga tidak dapat dihilangkan sama sekali. Baik
jumlah pendapatan maupun tingkat risiko suatu investasi langsung dipengaruhi
oleh:
a.
Kualitas
investasi
b.
Tingkat Bunga
umum pada waktu pembelian
c.
Masa Laku Efek
yang dibeli
d.
Faktor
Perpajakan
e.
Rasio
Penghasilan Aktiva Investasi dengan Jumlah Dana Modal
2. OBYEK INVESTASI
Diagram
Assets Allocation Approach
Source
of Funds Application
of Funds
Demand Deposit
(Giro)
|
Saving Deposit
(Tabungan)
|
Time Deposit
(Deposito)
|
Capital Fund
(Modal)
|
Fixed Asset
|
Other Securities
|
Loans (Kredit)
|
Secondary Reserve
|
Primary Reserve
|
Sumber
: Dahlan Siamat
2.1.Secondary
Reserve
Secondary reserve
merupakan cadangan yang berfungsi sebagai cadangan penyangga posisi primary
reserve. Artinya jika saldo kas berkurang, demikian pula saldo giro pada Bank
Indonesia sebagai akibat dari besarnya penarikan nasabah, maka secondary reserve akan berfungsi memback
up sehingga bantuan secondary reserve ini
dapat menyelamatkan dan memperbaiki posisi likuiditas. Oleh karena itu, secondary reserve berfungsi ganda,
selain menjaga likuiditas juga berorientasi pada profit sehingga terkadang pada
kondisi tertentu, secondary reserve tidak
dapat menghasilkan secara maksimal.
Tidak ada acuan baku
mengenai besaran dana yang harus dialokasikan pada secondary reserve namun besaran dana tersebut sangat tergantung
pada :
a. Kondisi
/ karakter nasabah
b. Besaran
primary reserve
c. Tersedianya
secondary reserve dengan jangka waktu
minimal satu bulan
Kebijakan bank
memosisikan secondary reserve tidak
semata sebagai penyangga, tetapi sebagai dana yang lincah bergerak leluasa dan
ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek dengan sifat-sifat yang tetap current. Investasi jenis ini disebut
dengan protective investment atau
disebut pula dengan earning reserve,
yaitu cadangan uang tunai yang dapat menghasilkan ( dalam bentuk bunga atau
provisi). Penanaman dana secondary
reserve ini lazimnya dilakukan di pasar keuangan dengan instrumen antara
lain : sertifikat deposito, sertifikat Bank Indonesia, surat berharga pasar
uang, dan interbank call money.
Secondary
reserve merupakan alternatif alokasi pada aktiva produktif
terbesar kedua setelah alokasi pada kredit, yang dapat dirinci sebagai berikut
ini.
a.
Treasury Bills (T-Bills)
Treasury Bills
“A debt obligation, one year or less to maturity, issued by government”
Treasury Bills
adalah instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank sentral atas
unjuk dengan jumlah tertentu yang akan dibayarkan kepada pemegang pada tanggal
yang telah ditetapkan. Instrumen ini umumnya berjatuh tempo satu tahun atau
kurang. T-biils pertama kali
diterbitkan oleh US Treasury pada tahun 1929 untuk menutupi defisit kas
pemerintah federal saat itu.
Pembelian
penjualan dari Treasury Bills menunjukkan volume transaksi harian yang paling
besar di pasar uang. T-bills dianggap instrumen yang paling aman karena
diterbitkan oleh pemerintah atau bank sentral. T-bills dapat disamakan dengan
SBI di Indonesia yang pertama kali diterbitkan Bank Indonesia pada tahun 1970
dan hanya sempat beredar selama kurang lebih satu tahun, kemudian terhenti
sampai diterbitkan kembali pada tahun 1984.
T-bills di
Amerika Serikat dijual dengan cara lelang oleh The Federal Reserve system atas
nama Treasury. T-Bills tidak memberikan bunga secara langsung, tetapi dijual
atas dasar diskonto yang jumlahnya ditetapkan melalui proses pelanggan. Oleh
karena itu, tingkat bunga sesungguhnya yang diperoleh tergantung pada jumlah
diskonto. Jatuh tempo
T-bills dapat dijadikan sebagai sarana investasi di samping untuk cadangan
likuiditas karena instrumen pasar uang ini memiliki pasar sekunder dan risiko terjadi
kerugian sangat kecil. Perusahaan atau lembaga yang menjadi investor utama dalam bills ini antara lain bank
sentral, bank-bank umum, mutual funds,
BUMN, lembaga-lembaga keuangan non-bank, perusahaan-perusahaan, badan
pemerintah negara lain, dan individu.
b.
Penempatan pada Bank Indonesia
1)
Sertifikat Bank Indonesia
Seritifikat
Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek
dan diperjualbelikan dengan diskonto. SBI dapat dipindahtangankan dan
diterbitkan tanpa warkat.
Karakteristik
SBI adalah:
a)
Satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,00
(satu juta rupiah)
b)
Berjangka waktu sekurang-kurangnya satu
bulan dan paling lama dua belas bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan
dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo.
c)
Penerbitan dan perdagangan dilakukan
dengan sistem diskonto.
d)
Diterbitkan tanpa warkat (scripless),
artinya SBI yang diterbitkan tanpa adanya fisik SBI itu sendiri, dan bukti
kepemilikan bagi pemegang SBI hanya berupa pencatatan elektronis.
e)
Dapat dipindahtangankan (negotiable).
f) SBI
dapat dimiliki oleh bank dan pihak lain yang ditentapkan Bank Indonesia. SBI
dapat diterbitkan dengan system lelang dan non lelang. SBI dapat dijadikan
agunan yang tidak dapat diperdagangkan. Pembelian dan perdagangan SBI dapat
dilakukan di dua pasar, yaitu pasar perdana dimana pembelian ini dilakukan oleh
pihak lain yang ditetapkan Bank Indonesia dan pasar sekunder dimana perdagangan
ini dilakukan secara penjualan bersyarat (repurchase agreement/repo) atau
pembelian/penjualan lepas (outright). Repo adalah transaksi penjualan bersyarat
SBI dengan kewajiban pembelian kembali sesuai harga dan jangaka waktu yang
disepakati. Outright buying adalah transaksi pembelian SBI tanpa kewajiban
untuk menjual kembali. Outright selling adalah transaksi penjualan SBI tanpa kewajiban
untuk membeli kembali. Bank Indonesia dapat melunasi SBI pada saat jatuh tempo
sebesar nilai nominal atau saat sebelum jatuh tempo dengan persetujuan pemilik
SBI.
c.
Giro pada bank lain
Sebagai dana penjamin kliring lokal dan dana untuk
membiayai kelancaran transaksi antar bank.
d.
Penempatan pada bank lain
Penanaman dana sebagai secondary reserve yang ditujukan untuk memperoleh penghasilan
.
e.
Negotiable Certificate of Deposits
Negotiable
Certificate of Deposits “a marketable receipt issued by a bank or other
institution to a consumer acknowledging the deposit of consumer funds for a
designated period at a specific interest formula”
Sertifikat Deposito atau Negotiable
Certificate of Deposits, sering disingkat dengan CD adalah deposito berjangka
yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan/ dipindahtangankan/
diperjualbelikan sebelum jangka waktu jatuh temponya melalui lembaga-lembaga
keuangan lainnya. Pada prinsipnya CD merupakan instrumen keuangan yang
diterbitkan oleh suatu bank atas unjuk dan dinyatakan dalam suatu jumlah,
jangka waktu dan tingkat bunga tertentu.
f.
Surat Berharga Pasar Uang
Surat Berharga
Pasar Uang (SBPU) adalah surat-surat berharga yang mempunyai jangka waktu
pendek dalam rupiah yang dapat diperjualbelikan secara diskonto atau lembaga
diskonto yang ditunjuk Bank Indonesia antara:
· Bank
dengan bank
· Bank
dengan lembaga nonbank
· Bank
dengan Bank Indonesia
· Bank
dengan Bank Indonesia.
g. Surat
berharga yang dimiliki
Surat berharga komersial, saham,
obligasi, tanda bukti, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak
berjangka atas efek dan setiap derivatif
dan efek.
h. Surat
berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali
Penanaman dana dalam bentuk pembelian efek
dengan menjual kembali efek kepada penjual semula dengan harga yang disepakati.
i.
Tagihan derivatif
Tagihan karena potensi keuntungan dari
suatu potensi transaksi derivatif.
2.2.Kredit
yang Diberikan
Kredit
yang diberikan merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi pinjamannya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil
keuntungan.
Penghasilan
dari pemberian kredit merupakan sumbangan terbesar bagi laba perusahaan, tetapi
banyak mengandung risiko. Dengan demikian, kredit bagi bank merupakan earning asset sekaligus risk asset, artinya merupakan aktiva
yang menghasilkan, tetapi sekaligus mengandung risiko.
Fungsi
pemberian kredit adalah semata-mata untuk mencari keuntungan atau unsur
rentabilitas. Oleh karena itu, pemberian kredit harus diarahkan ke sektor yang
paling menguntungkan dan aman. Kredit yang diberikan merupakan earning assets bagi bank karena
memberikan hasil bagi bank berupa :
a.
Provisi, yang diterima pada saat
penandatanganan akad kredit atau pada saat perpanjangan kredit bila yang telah
jatuh tempo diperpanjang lagi.
b.
Bunga, yang diterima setelah kredit
berjalan satu bulan dan pada bulan-bulan berikutnya sampai selesai pinjaman.
Prinsip
6 C’s Analysis
Pemberian
kredit kepada nasabah harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan prinsip 6
C’s berikut :
a. Character
Character
adalah keadaan watak / sifat debitur, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk
mengetahui sampai sejauh mana iktikad / kemauan debitur untuk memenuhi
kewajibannya (willingness to pay)
sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.
Karakter ini
merupakan faktor kunci walaupun calon debitur tersebut mampu menyelesaikan
utangnya. Namun, kalau tidak mempunyai iktikad baik, tentu akan timbul berbagai
kesulitan bagi bank dikemudian hari.
Alat untuk
memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah dapat diperoleh melalui
upaya:
·
Meneliti riwayat hidup calon nasabah.
·
Meneliti reputasi calon nasabah tersebut
di lingkungan usahanya.
·
Melakukan bank to bank information.
·
Mencari informasi kepada
asosiasi-asosiasi usaha dimana calon debitur berada.
·
Mencari informasi apakah calon debitur
suka berjudi.
·
Mencari informasi apakah calon debitur
memiliki hobi berfoya-foya.
Selain itu, perlu diperhatikan nilai-nilai yang
terdapat dalam dirinya. Adapun nilai (value)
yang perlu diamati adalah:
·
Social
value
·
Theoritical
value
·
Esthetical
value
·
Economical
value
·
Religious
value
·
Political
value
Seorang calon nasabah yang mempunyai value yang
sangat dominan di bidang economical value
dan political value akan cenderung
mempunyai iktikad/karakter yang tidak baik. Idealnya karakter calon nasabah
mempunyai nilai-nilai (values) yang
berimbang dalam diri pribadinya.
b. Capital
Capital
adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Semakin besar
modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon debitur
menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin memberikan kredit.
Kemampuan modal sendiri juga diperlukan bank sebagai alat kesungguhan dan
tanggung jawab debitur dalam menjalankan usahanya karena ikut menanggung resiko
terhadap gagalnya usaha. Dalam praktik, kemampuan capital ini dimanifestasikan
dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self financing, yang sebaiknya
jumlahnya lebih besar daripada kredit yang dimintakan kepada bank. Bentuk self
financing ini tidak terlalu harus berupa uang tunai, namun juga dalam bentuk
barang modal seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin.
c. Capacity
Capacity
adalah kemampuan calon debitur dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba
yang diharapkan. Penilaian ini berfungsi untuk mengetahui/mengukur kemampuan
calon debitur dalam mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu, dari
usaha yang diperolehnya.
Pengukuran
capacity tersebut dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan sebagai berikut:
1) Pendekatan
historis, yaitu menilai past performance,
apakah menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu.
2) Pendekatan
finansial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus. Hal ini
sangat penting untuk perusahaan-perusahaan yang menghendaki keahlian teknologi
tinggi atau perusahaan yang memerlukan profesionalisme tinggi seperti rumah
sakit, biro konsultan dan lain-lain.
3) Pendekatan
yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon debitur mempunyai kapasitas untuk
mewakili badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan perjanjian kredit dengan
bank.
4) Pendekatan
manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan keterampilan nasabah
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan.
5) Pendekatan
teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon debitur mengelola
faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, sumber ahan baku,
peralatan-peralatan/ mesin-mesin, administrasi dan keuangan, industrial
relation, sampai pada kemampuan merebut pasar.
d. Collateral
Collateral
adalah barang-barang yang diserahkan debitur sebagai agunan terhadap kredit
yang diterimanya. Penilaian terhadap agunan ini meliputi jenis jaminan, lokasi,
bukti kepemilikan, dan status hukumnya. Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk
kebendaan, tetapi juga yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi (borgtocht), letter of guarantee, letter of comfort, rekomendasi, dan avalis.
Penilaian ini dapat dilihat dari dua segi yaitu:
1) Segi
ekonomis, yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang akan diagunkan.
2) Segi
yuridis, yaitu apakah agunan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk
dipakai sebagai agunan.
e. Condition of economy
Condition
of economy, yaitu situasi dan kondisi politik, sosial,
ekonomi, budaya yang mempengaruhi usaha calon debitur dikemudian hari. Untuk
mendapat gambaran mengenai hal tersebut perlu diadakan penelitian mengenai
hal-hal seperti:
1) Keadaan
konjungtur
2) Peraturan-peraturan
pemerintah
3) Situasi,
politik, dan perekonomian dunia
4) Keadaan
lain yang mempengaruhi pemasaran
f.
Constraint
Constraint
adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk
dilaksanakan pada tempat tertentu, misalnya pendirian suatu usaha pom bensin
yang disekitarnya terdapat banyak bengkel las atau pembakaran batu bata.
Dari keenam
prinsip diatas yang paling perlu mendapatkan perhatian Account Officer adalah character.
Apabila prinsip ini tidak terpenuhi, prinsip lainnya tidak berarti. Dengan
perkataan lain, permohonannya harus ditolak.
Berbagai peraturan yang perlu diperhatikan dalam
pemberian kredit, yaitu sebagai berikut :
1) Cash Ratio atau
reserve requirement atau legal liquidity, yang artinya setiap
bank diwajibkan memelihara alat likuiditas minimum.
2) Loan to Deposit Ratio
(LDR), yaitu perbandingan antara kredit yang diberikan terhadap dana pihak
ketiga dan modal.
3) Pembentukan
cadangan, yang dibentuk dengan presentase tertentu sesuai dengan perarturan
yang berlaku ketika itu.
4) Capital Adequacy Ratio (CAR),
tiap bank wajib memelihara rasio kecukupan modal atau CAR yang didasarkan pada
ketentuan Bank for International
Settlement.
5) Legal Lending Limit (LLL),
setiap bank yang beroperasi di Indonesia harus memperhatikan penetapan mengenai
ketentuan Bata Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). BMPK bukan hanya menyangkut
kelancaran kredit, tetapi juga sebagai upaya pemerintah dalam pemerataan kredit
kepada masyarakat.
Oleh karena itu, dalam penyaluran kredit perlu
diperhatikan beberapa hal, yaitu :
1) Batas
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK / LLL)
2) Kelayakan
usaha nasabah
3) Portofolio
kredit bank
4) Komposisi
dana yang berhasil dihimpun
5) Kondisi
ekonomi dan moneter
6) Kebijakan
pemerintah (Bank Indonesia)
7) Kebijakan
bank
2.3.Investasi
Penggunaan
dana untuk investasi merupakan pengalokasian dana dalam bentuk surat berharga jangka
panjang untuk memperoleh pendapatan. Investasi merupakan prioritas terakhir
penggunaan dana bank dengan tujuan semata-mata untuk memperoleh penghasilan.
Secara umum, pengertian investasi adalah suatu proses penggunaan dana yang ada
ke sektor-sektor yang produktif atau menghasilkan. Di dalam kaitannya dengan
dunia perbankan, pengalokasian ke dalam investasi biasanya dari dana bank yang
merupakan sisa dana setelah bank itu memenuhi persyaratan primary reserve dan telah mempunyai secondary reserve yang cukup.
Tujuan
utama melakukan pengalokasian dana dalam investasi adalah sebagai berikut :
1)
Untuk memperoleh tambahan pendapatan (supplementary income).
2)
Dengan membeli surat berharga jangka
panjang bank dapat menambah likuiditasnya (supplementary
liquidity). Misalnya adalah dengan membeli saham, sertifikat dana reksa,
obligasi, dan lain-lain. Walaupun surat berharga tersebut bukan berupa alat
likuid yang segera dapat dicairkan, surat berharga tersebut merupakan cadangan yang sifatnya supplementary liquid atau sebagai tambahan likuiditas. Surat
berharga jangka panjang tersebut bila diperlukan dapat dicairkan melalui
mekanisme pasar modal.
Bank-bank yang telah
memiliki organisasi Assets and Liability Comitee (ALCO) yang berfungsi dengan
baik biasanya pada awal anggaran telah menyusun suatu guide lines policy mengenai alokasi dana bank selama satu periode
tertentu.
3.
KEBIJAKAN
PORTOFOLIO
ALCO menyiapkan
kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan dan pengaturan “the bank own account portofolio” berdasarkan
petunjuk-petunjuk berikut:
·
Untuk mengetahui apakah instrumen
investasi yang dilakukan sudah sesuai dengan portofolio bagi bank own account yang telah ditetapkan,
ALCO harus selalu memantau antara rupiah dan foreign exchange management.
·
Kombinasi instrumen investasi untuk
mendiversifikasikan portepel adalah penting sebab tujuan utama diversifikasi
adalah mengurangi tingkat risiko investasi dan memaksimumkan laba.
·
Sampai sejauh mana tingkat pelaksanaan
dalam kaitannya dengan investasi spekulatif sangat penting dipantau, karena,
seperti diketahui, jika diversifikasi telah dilakukan, tingkat investasi
spekulatif harus dikurangi.
·
Teknik-teknik lain yang memadai untuk
mengelola risiko berupa hedging, swap,
maturity matching.
3.1.Loan
And Investment Management
a.
”To meet liguidity requirement”
“Loan and Investment management” dalam
kaitan terhadap likuiditas adalah bentuk penanaman dana yang dapat menunjang
kebutuhan likuiditas dan biasa disebut dengan “Secondary Reserves” dan
“Tertiary Reserves”, termasuk didalamnya adalah pengaturan portofolio, jenis
mata uang, jangka waktu, karakteristik seperti Repo’s, diskonto dan sebagainya.
Suatu contoh, bank akan menentukan
jenis/portofolio investasi dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ataukah
dalam bentuk pembelian Comercial Paper (CP).
Skenario
Kemungkinan Investasi
Kondisi
Ekonomi
|
Expected
Unpaid
|
INVESTASI
|
RATE
|
YIELD
(e)
{(axc) +
(bxc)}
|
||
SBI (a)
|
CP
(b)
|
SBI
(c)
|
CP
(d)
|
|||
Ketat
|
100%
|
90%
|
10%
|
10%
|
25%
|
11,5%
|
Normal
|
80%
|
70%
|
30%
|
8%
|
20%
|
11,6%
|
Longgar
|
20%
|
20%
|
80%
|
6%
|
18%
|
15,6%
|
Dalam kebijakan investasi, wewenang pengelolaan
portofolio harus didelegasikan kepada unit pelaksana secara jelas. Penentu
kebijakan harus dapat memantau unit pelaksana melalui laporan tentang perubahan
portofolio yang disampaikan secara rutin. Banyak kebijakan investasi harus
dibuat secara cepat, sehingga kepada unit pelaksana harus diberikan kebebasan
sebanyak mungkin. Misalnya pemberian trading-limit dalam pembelian dan
penjualan surat berharga dapat diberikan setara dengan yang diberikan kepada
unit pengelola perkreditan. Pelampauan atas limit tersebut harus didahului
dengan permintaan ijin dari suatu komite eksekutif dan dierksi.
Sampai seberapa besarkah wewenang dapat diberikan?
Hal tersebut sulit ditentukan, apabila terlalu longgar akan menambah risiko
bagi bank, namun bila terlalu ketat akan membatasi kesempatan memperoleh
keuntungan.
Pada umumnya penetapan limit diputuskan dalam Rapat
ALCO, misalnya sebagai mana tercantum pada tabel di atas yaitu pada kondisi
ekonomi longgar pembelian SBI dikurangi dan pembelian CP ditingkatkan.
Sebaliknya apabila kondisi ekonomi ketat maka pembelian SBI ditingkatkan dan
pembelian CP diperketat.
b. “
To control the level of Interest rate exposure”.
Dalam menentukan jumlah portofolio
Pinjaman dan Investasi perlu juga dikaitkan dengan penetapan “reviewing
pricing” pinjaman. Suatu contoh, pricing pinjaman ditetapkan 3 bulanan atau 6
bulan dilakukan peninjauan kembali suku bunganya.
Dengan penentuan reviewing pricing
tersebut diharapkan bank akan terhindar dari pengaruh bergejolaknya suku bunga.
Komponen
Aktiva
|
SHARE
|
Jangka waktu
Reviewing bunga 6 (enam) bulanan
3 (tiga)
bulanan
Repo’s
Fixed/Long
term
|
1.
Pinjaman
2.
Investasi
·
Secondary Reserves
·
Tertiary Reserves
3.
Lainnya
|
50%
30%
10%
20%
20%
|
|
|
100%
|
|
c. To
generate Income.
Tujuan portofolio pinjaman dan investasi
adalah likuiditas, namun apabila harga pasar dari security lebih tinggi dari
harga perolehan maka dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan.
Misalnya membeli SBI dengan Repo’s yaitu
sewaktu waktu dapat dijual kembali baik ke penerbit maupun ke pasar sekunder
maka SBI tersebut dapat dijual kembali. Apabila suatu ketika suku bunga
diskonto SBI meningkat maka SBI dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi
dibandingkan harga pembelian sehingga akan meningkatkan keuntungan. Setiap
penggunaan dana ke asset maka jelas akan mengandung risiko, oleh sebab itu hal
hal yang perlu dipikirkan adalah:
1)
Standard Kualitas Surat Berharga.
Pada umumnya bank-bank komersial
membatasi investasinya ke dalam surat-surat berharga yang tergolong berisiko
tinggi dan umumnya mengacu pada rating yang diolah oleh lembaga “independence”
misalnya rating Aaa sampai dengan Baa versi Moody’s. Namun banyak juga
bank-bank komersial yang juga memegang investasi “Non-Rated” untuk pertimbangan
akan pulihnya atau meningkatnya rating perusahaan yang bersangkutan.
Penyebaran jenis investasi menurut
standar kualitasnya akan dipengaruhi oleh:
·
Likuiditas bank yang bersangkutan.
Bank dengan tingkat likuiditas yang
pas-pasan akan lebih menyukai investasi pada surat-surat berharga yang cepat
terjual (high marketable). Tingkat
“marketability” dan kemudahan untuk menjual tergantung dari kualitas surat
berharga yang bersangkutan.
·
Adanya peraturan untuk investasi hanya
pada high-grade.
·
Tingkat risiko yang disandang pada
bidang perkreditan bank yang bersangkutan.
Bank yang menyandang “lending risk”
terlalu tinggi mungkin akan lebih suka untuk menginvestasikan dananya pada
surat-surat berharga yang high-grade atau warkat lain yang lebih aman. Kondisi seperti
ini sejalan dengan tujuan diversifikasi.
·
Kemampuan manajerial para personil yang
terlibat pada unit pengelola pinjaman dan investasi.
2) Kebijakan
pengelolaan jatuh tempo.
Pengambilan keputusan tentang jatuh
tempo atas portofolio investasi didasarkan atas “trade-off” antara “interest
rate risk” dan “income” yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut
terdapat dua jenis keputusan yang diambil yaitu penentuan batas akhir jatuh
tempo investasi yang diijinkan “(maximum maturity)” dan penjadwalan jatuh tempo
dalam “maximum maturity” yang diijinkan.
a) Maximum
Maturity
Secara umum “interest rate risk” akan
meningkat dengan semakin panjangnya jangka waktu investasi. Namun pada umumnya
surat-surat berharga jangka panjang menjanjikan tingkat return rata-rata yang
lebih besar dibandingkan dengan surat berharga jangka jangka pendek. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, investment manager sebuah bank harus
mempertimbangkan berbagai faktor, misalnya: tujuan investasi bank yang
bersangkutan, preferensi manajemen terhadap risiko, perkiraan tentang perilaku
tiingkat bunga, proyeksi ekspansi pinjaman, dn sebagainya.
Kombinasi antara harapan akan pendapatan
diimbangi dengan kemampuan untuk menanggung risiko akan memberikan batasan
jangka waktu seperti yang diharapkan.
b) Penjadwalan
jatuh tempo
Beberapa pendekatan dalam penjadwalan
jatuh tempo investasi, anatara lain:
ü Cyclical
Maturity Determination
Bila perkembangan tingkat bunga dapat
diperkirakan secara akurat, investasi dapat dilakukan pada surat berharga
berjangka pendek sampai saat tingkat bunga diperkirakan akan mengalami
penurunan. Saat terjadi penurunan tingkat bunga, maka pada saat jatuh tempo,
investasi dialihkan pada surat berharga yang lain yang dapat memberikan
pendapatan lebih tinggi.
Namun bila terjadi kenaikan suku bunga,
investasi tersebut akan diperpanjang. Pendekatan tersebut dinamakan “Cyclical
Maturity Determination”. Pendekatan ini sulit dilaksanakan karena:
· Pertumbuhan
ekonomi yang berfluktuasi menciptakan pasar pinjaman yang berfluktuasi setiap
saat, sehingga tingkat risiko dan kualitas perkreditan relatif sulit diramalkan
dengan tepat. Sehubungan dengan hal tersebut tingkat risiko investasi yang
dapat ditolerir, terutama bila dikaitkan dengan kualitas surat berharga yang
diperjualbelikan, juga relatip sulit untuk diperkirakan secara tepat.
· Hal
ini membutuhkan proyeksi perkembangan tingkat bunga secara tepat.
· Perubahan
kebijakan otoritas moneter yang cenderung mempengaruhi tingkat bunga jangka
pendek akan menyulitkan implementasi pendekatan ini.
ü “Spaced/Laddered
Maturity Plan”
Banyak
bank menggunakan “Spaced/Laddered Maturity Plan” guna mengatasi kesulitan dalam
akurasi proyek tingkat bunga. Pendekatan ini dilakukan dengan membagi batas
jatuh tempo secara merata sepanjang “maximum maturity” yang diijinkan bank. Pendekatan
ini dinilai cukup baik karena dapat menjadi sarana diversifikasi investasi
dengan tetap memperhatikan keamanan likuiditas.
ü “Barbell
Maturity Plan”
Pendekatan ini membagi
portofolio investasi ke dalam dua bagian kelompok, surat berharga jangka pendek
dan surat berharga jangka panjang, investasi jangka menengah relative ditekan.
Pendekatan ini bertujuan untuk mengkombinasikan antara pengamanan likuiditas
dengan keinginan untuk memperoleh income yang tinggi dari investasi jangka
panjang. Kelemahan yang sering terjadi adalah bahwa penghasilan dan pendekatan
ini pada umumnya cenderung lebih berfluktuasi dibandingkan dengan pendekatan
“Spaced/Laddered Maturity”.
Dalam membicarakan aktivitas bank secara
keseluruhan, investasi di bidang perkreditan merupakan prioritas ketiga dari
pengalokasian dana. Pemberian kredit kepada nasabah baru dapat dilakukan
setelah bank dapat menyediakan cadangan likuiditas yang memadai, termasuk
pemenuhan kebutuhan atas kewajiban yang ditentukan otoritas moneter.
3.2.Merumuskan
Kebijaksanaan Investasi
Komposisi portepel investasi adalah hasil dari
banyak tindakan terpisah yang diambil selama jangka waktu yang panjang. Di
banyak bank portepel investasi itu ada, baik direncanakan maupun tidak. Menurut
penulis, perencanaan portepel investasi ini dapat dimulai kapan saja oleh
manajemen bank.
a. Mengenal
Portepel Investasi
Disini sangat penting memisahkan
portepel investasi dari pemegangan efek untuk likuiditas. Perbedaan
sesungguhnya antara posisi likuiditas dengan portepel investasi itu terletak
pada tujuan untuk apa efek itu dipegang. Aktiva likuiditas adalah untuk
memenuhi permintaan potensial terhadap dana-dana yang telah ditaksir dengan
seksama. Sebaiknya, portepel investasi merupakan investasi dana-dana surplus
untuk mendapatkan penghasilan. Oleh karena itu langkah pertama dalam
perencanaan portepel investasi adalah menyadari terpisahnya kedua perangkat
aktiva ini.
b. Investasi
Modal
Langkah kedua adalah menentukan berapa
banyak modal bank yang dapat dialokasikan untuk portepel investasi ini dan
demikian pula berapa persen aktiva riskan yang layak terdapat dalam portepel
investasi ini.
Umumnya bank-bank mempunyai modal lebih
dari minimum yang diharuskan, dan merupakan salah satu cara memanfaatkan
kelebihan modal ini adalah meningkatkan pendapatan netto bank sesudah dipotong
pajak dengan jalan meningkatkan hasil bruto melalui antara lain pembelian
efek-efek.
3.3.Penyertaan
Dan Penempatan Dana
Selain penempatan dana dalam bentuk surat-surat
berharga (SBI, SBPU, Saham, Obligasi dan lain-lain surat berharga dalam
kegiatan pasar uang). Bank juga melakukan penanaman modal (investasi) dalam bentuk
penempatan dana pada lembaga-lembaga keuangan lain baik bank maupun LKBB.
Penempatan dana pada bank-bank lain ada 3 bentuk,
yaitu:
·
Deposito berjangka, termasuk deposito on
call, sertifikat deposito (certificate of deposit)
·
Pinjaman yang diberikan antarbank
·
Bentuk Giro dan tabungan
Penempatan dana seperti ini adalah dengan tujuan
untuk memperoleh tambahan penghasilan.
Penyertaan modal bank pada bank lain atau LKBB
umumnya digunakan untuk memperluas jaringan pengaruh bisnis bank, selain juga menghasilkan
pendapatan tambahan. Biasanya bank menyertakan modal pada perusahaan-perusahaan
asuransi kredit, asuransi barang-barang hipotek (tanah, rumah, gedung),
asuransi umum, asuransi deposit, perusahaan pialang (perantara) pasar uang
perusahaan pialang pasar modal, perusahaan pedagang dan penerbit surat-surat
berharga dan perusahaan pembiayaan pembangunan (Development Finance
Corporations) seperti antara lain; leasing, sewa-beli, issue-guarantee
(penjamin) dan sebagainya, serta pada perusahaan pedagang valuta asing.
3.4.Kolektibilitas
Investasi
Seperti halnya kredit, kolektibilitas dari berbagai
jenis investasi harus diamati secara seksama. Walaupun bentuk investasi dalam
surat berharga ini ada yang berjangka pendek dan ada yang berjangka panjang,
namun kolektibilitasnya harus disusun berdasarkan keadaanya yaitu : lancar,
kurang lancar, diragukan dan macet.
Ada
tiga macam kolektibilitas yang perlu diamati terus oleh bank, yaitu :
·
Kolektibilitas surat berharga
·
Kolektibilitas penempatan dana pada bank
lain
·
Kolektibilitas penyertaan modal
Kolektibilitas
diatas amat diperlukan untuk mengetahui apakah investasi (jangka pendek dan
jangka panjang) yang dilakukan bank, berjalan baik atau tidak. Selain itu untuk
mengukur kebijaksanaan penempatan secondary reserver dari keseluruhan dana
diluar kredit, dapat dikembangkan terus ataukah ada perubahan kebijaksanaan.
a.
Penggolongan Kolektibilitas Surat
Berharga
Surat-surat
berharga yang dimiliki oleh bank digolongkoan kolektibilitas menjadi sebagai
berikut :
1)
Lancar
Surat-surat
berharga yang digolongkan lancar adalah :
a) Sertifikat
Bank Indonesia (SBI)
b) Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU), yang sudah diendos oleh bank lain yang masih
menjadi peserta kliring
c) Obligasi
dan Saham yang terdaftar di Bursa Efek yang dinilai atas harga pasar dengan
menggunakan harga terendah antara harga perolehan atau harga pasar (cost of
market whichever is lower)
d) SBPU
yang diterbitkan atas daras underlying
transactions yang dibeli dari nasabah yang terlebih dahulu dilakukan
analisis tertulis mengenai kemampuan membayar dan nasabah yang bersangkutan dan
belum di perpanjang.
2)
Kurang Lancar
Surat-surat
berharga yang digolongkan kurang lancar
adalah :
a) SBPU
yang sudah diendos oleh bank lain yang sedang dihentikan untuk sementara
keikutsertaannya dalam kliring dan masih dalam proses penyelamatan
b) SBPU
yang diterbitkan atas dasar underlying
transactions yang dibeli dari nasabah dengan terlebih dahulu dilakukan
analisis tertulis mengenai kemampuan membayar dari nasabah yang bersangkutan
dan telah jatuh tempo tetapi belum melampaui 1 bulan.
3)
Diragukan
Surat-surat berharga yang
digolongkan diragukan adalah :
a) Obligasi
dan Saham yang terdaftar di Bursa Efek dan “de listing” di Bursa Efek dan
perusahaan yang bersangkutan sedang dalam proses penyelamatan
b) SBPU
yang diterbitkan atas dasar underlying
transactions yang dibeli dari nasabah dengan terlebih dahulu dilakukan
analisis tertulis mengenai kemampuan membayar dari nasabah yang bersangkutan
dan telah jatuh tempo tetapi belum melampaui 3 bulan
c) SBPU
yang dibeli dari nasabah dan tidak didasarkan pada underlying transactions dan belum jatuh tempo.
4)
Macet
Surat-surat
berharga yang digolongkan macet
adalah :
a) Obligasi
dan Saham yang terdaftar di Bursa Efek dan “de listing” di Bursa Efek dan
perusahaan yang bersangkutan sedang dalam proses likuidasi
b) SBPU
yang diendos oleh bank lain yang sedang dihentikan untuk sementara
keikutsertaannya dalam kliring dan sedang dalam proses likuidasi
c) SBPU
yang diterbitkan atas dasar underlying
transactions yang dibeli dari nasabah dengan terlebih dahulu dilakukan
analisis tertulis mengenai kemampuan membayar dari nasabah yang bersangkutan
dan telah jatuh tempo tetapi telah melampaui 3 bulan
d) SBPU
yang dibeli dari nasabah dan tidak didasarkan pada underlying transactions dan telah jatuh tempo.
b.
Penggolongan Kolektibilitas Penempatan
Dana pada Bank Lain
Penempatan
dana pada Bank Lain dapat berupa deposito berjangka termasuk deposito on call,
sertifikat deposito, dan pinjaman antarbank serta jenis penempatan lain, yang
dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.
Kolektibilitas penempatan dana antarbank tidak didasarkan pada jenis, tetapi
atas dasar criteria sebagai berikut :
1)
Bank Dalam Negeri
Dalam
pengertian bank dalam negeri termasuk juga seluruh kantor operasional bank di
luar negeri yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia.
a)
Lancar
Penempatan dana dilakukan pada bank
yang masih ikut serta dalam perhitungan kliring dan atau bank pada BPR yang
usahanya berjalan dengan baik
b)
Kurang
Lancar
Penempatan dana dilakukan pada bank
yang sedang dihentikan untuk sementara keikutsertaannya dalam kliring dan atau
pada BPR yang mengalami kesulitan keuangan, namun sedang dalam proses
penyelamatan
c)
Diragukan
Penempatan dana dilakukan pada bank
yang sedang dihentikan untuk sementara keikutsertaannya dalam kliring dan atau
pada BPR yang mengalami kesulitan keuangan, serta tidak ada proses penyelamatan
d)
Macet
Penempatan dana dilakukan pada bank
termasuk BPR yang sedang dalam proses lukidasi.
2)
Bank Luar Negeri
Dalam
pengertian Bank Luar Negeri tidak termasuk kantor cabang bank asing yang
berkedudukan di Indonesia.
a)
Lancar
Penempatan dana dilakukan pada
prima bank.
b) Kurang Lancar
Penempatan dana dilakukan pada bank yang
mengalami kesulitan keuangan tetapi sedang dalam proses penyelamatan
c) Diragukan
Penempatan dana dilakukan pada bank yang
mengalami kesulitan keuangan tetapi tidak ada proses penyelamatan
d) Macet
Penempatan dana dilakukan pada bank yang
dalam proses likuidasi.
c.
Penggolongan Kolektibilitas Penyertaan
Penggolongan
kolektibilitas penyertaan didasarkan pada criteria sebagai berikut :
1) Lancar
Penyertaan
digolongkan lancar apabila pada tahun buku terakhir Return On Assets (ROA) perusahaan minimal 0,5% dan secara kumulatif
perusahaan tidak rugi
2) Kurang Lancar
Penyertaan
digolongkan kurang lancar apabila pada tahun buku terakhir Return On Assets (ROA) perusahaan kurang dari 0,5% dan secara
kumulatif perusahaan tidak rugi
3) Diragukan
Penyertaan
digolongkan diragukan apabila perusahaan rugi secara kumulatif sampai dengan
50% dari modal disetor perusahaan yang bersangkutan
4) Macet
Penyertaan
digolongkan diragukan apabila perusahaan rugi secara kumulatif lebih dari 50%
dari modal disetor perusahaan yang bersangkutan
Dengan mengikuti secara
seksama maka beberapa pertimbangan tentang kualitas,
marketability, interest rate dan maturity dari surat-surat berharga yang
dimiliki maupun pertimbangan Return On
Assets (ROA) pada penyertaan modal, bank akan melakukan analisis risiko (risk-analysis) terhadap keseluruhan
kebijaksanaan investasi. Manajemen investasi harus menyatu dengan situasi
ekonomi dan pergerakan pasar. Apalagi pasar uang dan pasar modal yang amat peka
terhadap berbagai kejutan, memerlukan keahlian manajemen untuk cepat
mengantisipasi keadaan.
4.
RISIKO
INVESTASI
4.1.Definisi
Risiko
Dalam konteks manajemen investasi, risiko merupakan
besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat
pengembalian yang dicapai secara nyata (actual
return). Semakin besar penyimpangannya makan semakin besar tingkat
risikonya (Abdul Halim: 2002). Jadi risiko merupakan penyimpangan hasil (return) yang diperoleh dari rencana
hasil (return) yang diharapkan.
Membicarakan risiko investasi berarti menganalisis kemungkinan tidak
tercapainya hasil atau keuntungan yang diharapkan. Tidak tercapainya hasil yang
diharapkan tersebut berarti terjadi penyimpangan atas hasil yang diperoleh
dibandingkan dengan hasil yang direncanakan atau diharapkan. Risiko ini terjadi
karena keadaan waktu yang akan datang penuh dengan ketidakpastian (uncertainity). Hasil dan risiko (risk and return) memiliki hubungan yang
linier dan kebalikannya.
Dalam perbankan kegiatan usaha perbankan
secara terus menerus selalu berhubungan dengan berbagai bentuk risiko. Risiko bank didefiniskan: the potential for
the occurence of an event that may incurr losses for the bank atau potensi
terjadinya suatu kejadian yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Dengan
cepatnya perkembangan lingkungan eksternal maupun internal pada sistem
perbankan telah meningkatkan kompleksitas risiko pada bank (Imam Ghozali:
2007).
4.2.Jenis
Risiko Investasi
Dalam investasi risiko dibedakan menjadi
dua macma, yaitu risiko sistematis (systematic
risk) dan tidak sistematis (unsystematic
risk). Adapun penjelasan dari dua risiko tersebut adalah sebagai berikut:
a. Risiko
sistematis (systematic risk).
Merupakan
risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena
flukutuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat
mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya adanya tingkat suku bunga, kurs
valas perubahan dalam kondisi perekonomian, iklim politik, peraturan
perpajakan, kebijakan pemerintah. Risiko
ini disebut undiversifiabke risk.
b. Risiko
tidak sistematis (unsystematic risk).
Merupakan risiko yang dapat dihilangkan
dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu
perusahaan atau denngan industri tertentu. Flukutuasi ini berbeda-beda angtara
saham dengan saham yang lain. Karena perbedaan itulah maka maisng-masing saham
memilikkii tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar.
Misalnya faktor struktur modal, struktur asset, tingkat likuiditas, tingkat
keuntungan . Risiko ini juga disebut diversifiable
risk.
Berikut di bawah ini
adalah beberapa jenis risiko dalam perbankan dalam investasi yang mungkin
timbul dan perlu dipertimbangkan dalam membuat keputusan investasi:
a. Risiko
Kredit (Credit Risk)
Risiko kredit didefinisikan sebagai
risiko kerugian yang dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan klien membayar
kewajibannya atau risiko dimana debitur tidak melunasi hutangnya. Misalnya bank
A memberi pinjaman berbungan kepada nasabah perorangan. Dengan melakukan hal
ini bank menghadapi risiko nasabah tidak dapat membayar bunga atau membayar
pokok bungan pinjaman. Risiko kredit dapat timbul karena bebearapa hal:
· Adanya
kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh bank atau obligasi yang dibeli oleh
bank tidak terbayar.
· Tidak
dipenuhinya kewajiban dimana bank terlibat didalamnya bisa melalui pihak lain,
misalnya kegagalan memenuhi kewajiban pada kontrak derivatif.
· Penyelesaian
atau setelment dengan nilai tukar,
suku bunga, dan produk derivatif.
Kerugian dari risiko kredit dapat timbul
sebelum terjadinya default sehingga
secara umum risiko kredit harus didefinisikan sebagai potensi kerugian nilai marked to market yang mungkin timbul
karena pemberian kredit oleh bank. Perubahan harga pasar surat utang, perubahan
credit rating dapat dipandang juga
sebagai risiko kredit sehingga sering menjadi tumpang tindih antara risiko
kredit dan risiko pasar.
b. Risiko
Likuiditas (Liquidity Risk)
Risiko yang mungkin akan dihadapi bank untuk
memenuhi kebutuhan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan
penarikan dana oleh penabung atau deposan. Risiko likuditas dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu risiko likuiditas aset dan risiko likuditas pendanaan.
Risiko likuiditas aset sering disebut juga dengan market atau product liquidity
risk yang timbul ketika suatu transaksi tidak dapat dilaksanakan pada harga
pasar yang terjadi oleh karena besarnya nilai transaksi relatif terhadap
besarnya pasar.
Sedangkan risiko likuiditas pendanaan atau cash flow risk, yaitu ketidakmampuan
memenuhi kewajiban yang sudah jatuh tempo yang pada gilirannya akan mengakibatkan
likudasi. Walapun bank dinyatakan solven tetapi tetap dapat menghadapi risiko,
yaitu risiko tidak memiliki sumber dana yang cukup untuk memenuhi semua
kewajiban dan komitmen pada saat jatuh tempo atau bank dapat mengamankan hal
ini tetapi dengan biaya yang tinggi.
c. Risiko
Suku Bunga (Interest Rate Risk)
Risiko suku bunga (interest
rate risk) adalah risiko yang terkait dengan perjanjian kontrak atau
transaksi keuangan di mana terdapat bunga atas
aset likuid yang:
- Sangat penting untuk
keberhasilan transaksi; dan
- Nilai masa depannya tidak
diketahui atau dijamin.
Risiko tingkat bunga dapat ditanggung oleh salah satu
atau kedua pihak dalam transaksi. Dalam beberapa transaksi, pemberi layanan
menanggung risiko suku bunga tetapi mengenakan biaya kepada pelanggan
berdasarkan pada perkiraan tingkat risiko yang ditanggung. Bank memiliki risiko
suku bunga paling besar karena perubahan sekecil apapun dalam suku bunga dapat
menghasilkan beberapa keuntungan atau kerugian yang signifikan. Oleh karena
itu, bank sering menggunakan lindung nilai derivatif untuk
menekan volatilitas suku bunga, sehingga mengurangi risiko.
d. Risiko
Bisnis (Business Risk)
Risiko yang paling berbahaya untuk
investasi perbankan, yaitu risiko yang timbul akibat perubahan ekonomi.
Perubahan ekonomi ini akan memberikan efek tidak baik terhadap income bank dan kualitas aset pada bank
tersebut. Semua ukuran bank akan menghadapi risiko yang signifikan terhadap
ekonomi pada market area yang
mengalami penurunan, diantaranya terjadi penurunan tingkat penjualan bisnis,
serta meningkatnya pengangguran dan kebangkrutan bank.
e. Risiko
Mata Uang (Currency Risk)
Kurs adalah
nilai suatu mata uang relatif terhadap mata uang lainnya. Mata uang suatu
negara merupakan cerminan kondisi ekonomi suatu negara. Apabila perekonomian
suatu negara membaik, maka mata uang negara tersebut akan menguat terhadap mata
uang negara lain. Jika suatu negara menetapkan kurs mata uangnya terhadap mata
uang lain, maka perubahan kurs tidak lagi terjadi melalui mekanisme pasar.
Resiko nilai tukar adalah resiko yang diakibatkan
karena adanya perubahan nilai tukar mata uang asing. Pada umumnya,
transaksi-transaksi bisnis yang berhubungan dengan mata uang asing (valuta
asing) biasanya akan menghadapi masalah perubahan nilai kurs mata uang
tersebut. Risiko nilai tukar ini akan mempengaruhi pendapatan ataupun aset dari
suatu bank.
f. Risiko
Inflasi (Inflation Risk)
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat,
berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi,
sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.
Risiko inflasi adalah
risiko yang disebabkan oleh peningkatan harga-harga secara umum, sehingga
secara riil jumlah nominal uang menjadi berkurang atau lebih kecil dibandingkan
sebelum inflasi. Misalnya apabila tahun kemarin seseorang memegang uang tunai
(tidak disimpan di bank) sebesar Rp 1 juta dengan inflasi 10%, maka secara riil
uang anda akan berkurang sebesar 10% menjadi Rp 900 ribu. Risiko inflasi juga
akan mempengaruhi keputusan nasabah untuk menginvestasikan dananya di bank.
4.3.Mengurangi
Tingkat Risiko
Untuk mengurangi
tingkat risiko pada investasi perbankan dapat dilakukan dengan kebijakan
investasi. Tujuan utama kebijaksanaan investasi bank adalah mendapatkan
pendapatan yang maksimum dengan risiko minimum. Memaksimumkan pendapatan tentu
saja tidak hanya berarti membeli efek yang berpenghasilan tertinggi sekarang.
Pendapatan harus dihitung untuk jangka waktu panjang, risiko pun juga tidak dapat
dihilangkan sama sekali. Menanggung risiko yang layak merupakan bagian dari
pekerjaan rutin bank umum. Baik jumlah pendapatan maupun tingkat risiko suatu
investasi langsung dipengaruhi oleh:
a.
Faktor kualitas investasi.
Baik pendapatan ataupun risiko, langsung
dipengaruhi oleh credit standing dari
penerbit (issuer) efek yang dibeli
bank. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa makin tinggi bunganya, tetapi risiko
kerugian pasarnya (market loss) juga
lebih besar karena efek ini biasanya harganya sangat berfluktuasi.
b.
Faktor tingkat bunga.
Perubahan tingkat bunga sangat penting
untuk diperhatikan oleh manajemen investasi bank. Pendapatan dari aktiva
investasi jelas dipengaruhi oleh tingkat bunga yang terdapat di pasar pada
waktu pembelian. Tingkat bunga pasar juga mempengaruhi risiko, karena apabila
harga sangat tinggi, tingkat bunga akan cenderung menurun. Sebaliknya, apabila
harga efek relatif rendah (hasilnya tinggi), maka kemungkinan depresiasi pasar
sangat berkurang.
c.
Faktor masa laku efek (Marturity).
Sebuah bank membeli efek yang bonafid
untuk portepelnya dengan maksud akan memegangnya sampai pada waktu jatuh tempo
efek tersebut. Sesungguhnya bank tersebut mengikat diri akan menerima sejumlah
hasil tertentu untuk jangka waktu tertentu. Konsep dasar ini tidaklah
dilebih-lebihkan karena investasi yang sesungguhnya adalah pembelian pendapatan
untuk suatu jangka waktu yang tetap. Makin lama jangka waktu itu, makin tidak
pasti keadaannya nanti.
d.
Faktor perpajakan.
Pengaruh peraturan perpajakan terhadap
kebijakan investasi merupakan suatu aspek teknis dari manajemen investasi yang
perlu dipahami benar oleh para komisaris bank. Pengetahuan dasar perpajakan
adalah esensial bagi perumusan kebijakan investasi. Para komisasris bank dan
para pembuat kebijakan hendaklah memahami hal-hal yang memungkinkan bank dapat
mengurangi kerugian atas efek yang dijual dari pendapatan sekarang sebagai
kerugian biasa (jika tidak ada laba pengimbang dalam tahun yang sama).
e.
Faktor modal.
Penggunaan
berbagai tes kecukupan (adequacy) modal
oleh pengawas bank mempunyai pengaruh langsung pula terhadap kebijakan
investasi. Bank harus memperhatikan keucukupan modal dan mengawasi apakah
penambahan aktiva riskan atau tidak yang akan menyebabkan penambahan penjualan
aktiva modal. Oleh karena itu, sebuah bank hendaklah berusaha menjaga
investasinya agar tingkat risikonya serendah mungkin.
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Mia.S. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah scammed oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 JUTA) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah saya diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena aku berjanji padanya bahwa aku akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman dalam bentuk apapun, silahkan hubungi dia melalui emailnya: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya ladymia383@gmail.com dan miss Sety yang saya diperkenalkan dan diberitahu tentang Ibu Cynthia dia juga mendapat pinjaman dari Ibu Cynthia baru Anda juga dapat menghubungi dia melalui email nya: arissetymin@gmail.com Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk bertemu dengan pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening bulanan.