TINGGINYA RESIKO KECELAKAAN BAGI PERKERETAAPIAN DI INDONESIA “TERUTAMA PADA PERSIMPANGAN ANTARA JALAN RAYA DENGAN JALUR JALAN REL KERETA API” (level crossing)
Tugas Mata Kuliah Geografi Transportasi
TINGGINYA RESIKO KECELAKAAN
BAGI PERKERETAAPIAN DI INDONESIA
“TERUTAMA PADA PERSIMPANGAN ANTARA
JALAN RAYA DENGAN JALUR JALAN REL KERETA API”
(level crossing)
TINGGINYA RESIKO KECELAKAAN
BAGI PERKERETAAPIAN DI INDONESIA
“TERUTAMA PADA PERSIMPANGAN ANTARA
JALAN RAYA DENGAN JALUR JALAN REL KERETA API”
(level crossing)
PENDAHULUAN
I. SEJARAH TRANSPORTASI
KERETA API.
Sebelum tahun 1800 alat angkut yang
dipergunakan antara lain adalah tenaga manusia, hewan dan sumber tenaga dari
alam seperti angin. Pada masa itu barang-barang yang dapat diangkut rata-rata
dalam jumlah yang kecil dan waktu yang ditempuh relatif lama. Namun setelah
antara tahun 1800 hingga tahun 1860 transportasi telah mulai berkembang dengan
baik karena telah mulai dimanfaatkannya sumber tenaga mekanik seperti kapal uap
dan kereta api, yang dimana mulai banyak dipergunakan dalam dunia perdagangan
dan dunai tranportasi. Dan kurang lebih pada tahun kisaran antara tahun 1860
sampai dengan tahun 1920 mulai diketemukannya alat tranportasi lainnya seperti
misalnya kendaraan bermotor dan pesawat terbang meskipun dengan banyak
keterbatasan dari teknologi yang ada pada saat itu, namun pada masa itu pula
angkutan kereta api dan jalan raya memegang peranan penting dalam pengangkutan
secara masal antar daerah pada suatu wilayah.
Kereta api mulai diperkenalkan di Indonesia, pada masa penjajahan Belanda, oleh sebuah perusahaan swasta yang mempunyai singkatan NV atau lebih dikenal dengan nama Nederlandsch Indische Spoorweg Mij (NISM), berdiri kisaran tahun 1864. Proyek pertama yang dibuat adalah jalur kereta api pertama dibangun pada 17 Juni 1864. Yakni jalur Kemijen-Tanggung, Kabupaten Semarang saat ini, jalur yang dibuat kurang lebih sepanjang 26 Km. Diresmikan oleh Gubernur Jenderal L.A.J Baron Sloet Van Den Beele. Kemudian tanggal 18 Februari 1870, NISM membangun jalur umum Semarang-Solo-Yogyakarta. Dan tanggal 10 April 1869 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats Spoorwegen atau lebih dikenal dengan nama singkatan (SS) yang membangun jalur lintasan Batavia-Bogor. Kemudian tanggal 16 Mei April 1878, perusahaan negara luar ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 20 Juli 1879 membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung oleh jalur kereta api.
Di luar Jawa, 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen juga membangun jalur Ulele-Kutaraja(Aceh). Selanjutnya lintasan PaluAer-Padang (Sumatera Barat) pada Juli 1891, lintasan Telukbetung-Prabumulih (Sumatera Selatan) tahun 1912, dan 1Juli 1923 membangun jalur Makasar-Takalar (Sulawesi). Di Sumatera Utara, NV. Deli Spoorweg Mij juga membangun lintasan Labuan-Medan pada 25 Juli 1886. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, selain Staats Spoorwegen milik pemerintah, sudah ada 11 perusahaan kereta api swasta di Jawa dan satu perusahaan swasta di Sumatera.
II. PENGERTIAN UMUM
TRANSPORTASI.
Mobilitas manusia
sudah dimulai sejak jaman dahulu kala, kegiatan tersebut dilakukan dengan
berbagai tujuan antara lain untuk mencari makan, mencari tempat tinggal yang
lebih baik, mengungsi dari serbuan orang lain dan sebagainya. Dalam melakukan
mobilitas tersebut sering membawa barang ataupun tidak membawa barang. Oleh
karenanya diperluhkan alat sebagai sarana transportasi, menurut Abbas salim (1993:5). Transportasi adalah sarana bagi
manusia untuk memindahkan sesuatu, baik manusia atau benda dari satu tempat ke
tempat lain, dengan ataupun tanpa mempergunakan alat bantu. Alat bantu tersebut
dapat berupa tenaga manusia, binatang, alam ataupun benda lain dengan
mempergunakan mesin ataupun tidak bermesin.
III. TUJUAN DI BANGUNNYA REL KERETA API.
Kereta Api merupakan moda
(metode dasar) transportasi dengan multi keunggulan komparatif: hemat lahan
& energi, rendah polusi, besifat massal, adaptif dengan perubahan
teknologi, yang memasuki era kompetisi, potensinya diharapkan dapat dimobilisasi
dalam skala nasional, sehingga mampu menciptakan keunggulan kompetitif terhadap
produksi dan jasa domestik dipasar global. Dengan tugas pokok dan fungsi
memobilisasi arus penumpang dan barang diatas jalur rel kereta api, maka ikut
berperan menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.
BAB II
PERMASALAHAN KERETA API.
Belum hilang dari ingatan kita
ketika lima belas nyawa melayang pada 16 Juni 2003 akibat terjadinya tabrakan
antara kereta api (KA) dan bus pada perlintasan KA di daerah Gemolong, Sragen.
Pasca tragedi tersebut, kecelakaan KA dengan kendaraan umum terus-menerus
terjadi. Keselamatan perkeretaapian merupakan aspek yang amat krusial dalam
pengoperasian kereta api (KA). Malfungsi terhadap pengoperasian perkeretaapian
akan mengakibatkan banyak terjadinya kecelakaan yang amat fatal dan potensial
merenggut nyawa manusia.
Persimpangan antara jalan
raya dengan jalan rel KA merupakan fenomena yang unik dalam dunia
transportasi, sebab masing-masing moda transportasi tersebut memiliki sistem
prasarana yang berbeda, dioperasikan dengan sistem sarana yang berbeda pula,
penanggung jawab dan pengelolanya juga berbeda. Kedua moda transportasi dengan
karakteristik yang berbeda tersebut bertemu di persimpangan/pintu perlintasan (level crossing) sehingga daerah
tersebut memiliki risiko tinggi bagi semua perkeretaapian di dunia.
Potensi terjadinya kecelakaan
yang disebabkan oleh perkeretaapian yang operasinya tidak dapat dikontrol
merupakan "sebagian permasalahan", sedangkan "sebagian
permasalahan" lainnya yaitu kendaraan jalan raya dapat dikatakan tidak
sepenuhnya mampu dikontrol oleh satu entitas. Meskipun aturan-aturan lalu
lintas dan standar desain jalan raya dianggap sudah cukup mapan, namun
pergerakan pengguna jalan raya tidak diorganisasi dan dipantau oleh satu
entitas spesifik yang sangat ketat seperti halnya pergerakan KA. Kecelakaan
pada pintu perlintasan KA tidak hanya dapat mengakibatkan tewas atau terluka
serius bagi para pengguna jalan raya atau penumpang KA. Tetapi juga memberikan
beban finansial yang berat akibat kerusakan harta benda dan armada serta
terhentinya pelayanan KA dan kendaraan jalan raya.
Di Indonesia sepanjang tahun
2002, telah terjadi sejumlah 231 kali kecelakaan KA, terdiri atas tabrakan
antara KA dengan KA 6 kali, tabrakan antara KA dengan kendaraan jalan raya di
pintu perlintasan (58), KA anjlok/terguling (69), kecelakaan KA akibat
banjir/longsor (12), dan kecelakaan lain-lain (86). Kecelakaan KA tersebut
telah merenggut 76 nyawa meninggal, 114 orang luka berat dan 58 orang luka
ringan. Kecelakaan pada pintu perlintasan mencapai 25,11% dari keseluruhan
kecelakaan KA. Dari sejumlah 8.370 pintu perlintasan di Jawa dan Sumatera, yang
dijaga 1.128 (13,48%) dan tidak dijaga 7.242 (86,52%).
Survei yang dilakukan oleh
sebuah badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menunjukkan
bahwa perkeretaapian Indonesia bersama Vietnam, Thailand, dan Bangladesh
memiliki kepadatan pintu perlintasan yang tinggi, persentase proteksi pada
pintu perlintasan masih rendah, dan tingkat kecelakaan tinggi. Sementara
perkeretaapian India dan Iran memiliki proporsi tinggi pada pintu perlintasan
yang dijaga, memiliki kinerja yang baik pada aspek keselamatan di pintu
perlintasan, tingkat kecelakaan dan korban juga relatif rendah.
PT Kereta Api (PT KA) sebagai
operator prasarana perkeretaapian memikul tanggung jawab untuk menjamin bahwa
operasi KA dapat terlindungi dari pelanggaran oleh pengguna jalan raya pada
pintu perlintasan. Meskipun kenyataannya di Indonesia dan banyak negara lain,
undang-undang memberikan prioritas terlebih dahulu untuk melintas kepada KA
daripada pengguna jalan raya pada perlintasan sebidang. Pemerintah (cq
Departemen Perhubungan/Dephub) sebagai regulator dan pemilik prasarana pokok,
selain memikul beban finansial untuk menyediakan proteksi pada pintu
perlintasan dan bertanggung jawab dalam membuat regulasi. juga bersama instansi
terkait lainnya berkewajiban mendidik pengguna jalan raya untuk bertindak dan
menggunakan pintu perlintasan dengan aman.
II.1 PENYEBAB KECELAKAAN PADA PINTU
PERLINTASAN.
Penyebab utama kecelakaan pada
pintu perlintasan, dapat diidentifikasi berupa:
1. Disiplin masyarakat yang masih rendah
sehingga kerap terjadi pelanggaran masal oleh pengendara kendaraan terhadap
aturan-aturan yang terkait dengan tata cara penyeberangan melalui pintu
perlintasan.
2. Persepsi yang keliru dari pengendara
kendaraan terhadap kondisi jalan, mekanisme operasi KA yang mendekati pintu
perlintasan (termasuk kemampuan pengereman KA), serta kecepatan kendaraan dan
kemampuan pengeremannya.
3. Malfungsi/kerusakan teknis pada kendaraan.
4. Tidak dipenuhinya standar pemeliharaan
jalan raya oleh pemegang otoritas jalan raya pada daerah di sekitar pintu
perlintasan.
5. Buruknya pemeliharaan sistem proteksi dan
sistem peringatan pada pintu perlintasan.
6. Human
error yang dibuat oleh
penjaga pintu perlintasan.
Kendala utama dalam
menciptakan keselamatan di pintu perlintasan adalah etos keselamatan yang
berkembang dalam masyarakat kita secara umum masih rendah. Kepedulian dalam
komunitas yang lebih luas terhadap pentingnya hidup aman masih belum mengakar.
Faktor seperti inilah yang merupakan kendala terbesar bagi perkeretaapian untuk
mengurangi insiden yang berakibat pada terjadinya kecelakaan pada pintu
perlintasan. Etos keselamatan ini perlu diupayakan agar menjangkau masyarakat
luas melalui program pendidikan keselamatan publik. Tingkat pendidikan yang
rendah mungkin merupakan kendala bagi efektivitas program pendidikan
keselamatan publik. Namun tidak ada bukti akurat yang menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan dan kepedulian terhadap keselamatan saling berkaitan.
Kendala lainnya adalah
ketidakmampuan pemegang otoritas perkeretaapian untuk mencegah pembangunan
pintu perlintasan ilegal oleh masyarakat lokal.Lay-out fisik pada sebagian besar pintu perlintasan (meskipun
dijaga) masih buruk. Misalnya jarak pandang pengendara ke sepanjang track KA sangat terbatas karena
terhalang oleh bangunan atau posisi track
KA yang terlalu miring terhadap jalan raya. Akibatnya, mustahil bagi pengendara
untuk memiliki pandangan yang bebas terhadap lintasan track KA, kecuali mereka harus berada dekat sekali dengan
perlintasan.
Selain itu, penempatan papan
tanda peringatan tentang keberadaan/lokasi pintu perlintasan terlalu dekat
dengan track KA. Bahkan tidak sedikit
papan tanda (sideboard) yang dipasang
hanya pada salah satu sisi track KA,
dan lokasi pemasangannya hanya berjarak dua meter dari rel terdekat. Kombinasi
dari faktor-faktor tersebut pada pintu perlintasan yang tak terproteksi dapat
mengakibatkan terjadinya situasi yang potensial mengancam hidup.
II.2 TINDAKAN
PERBAIKAN PADA PINTU PERLINTASAN.
Mengacu pada faktor-faktor
penyebab primer kecelakaan pada pintu perlintasan seperti tersebut di atas,
maka prioritas tindakan perbaikan untuk implementasi pada masa mendatang di
seluruh jaringan perkeretaapian adalah seperti berikut:
1.
Meningkatkan
disiplin pengendara kendaraan dan kepatuhan terhadap hukum pada pintu
perlintasan.
2.
Modernisasi,
penyempurnaan, dan peningkatan keandalan sistem peralatan teknis yang
dioperasikan pada pintu perlintasan.
3.
Menerapkan
metode yang tepat dalam pemeliharaan pintu perlintasan.
4.
Pembentukan
organisasi yang lebih baik dalam mengendalikan keselamatan lalu lintas pada
pintu perlintasan.
5.
Mempercepat
pembangunan grade separation pada
pintu perlintasan yang memiliki klasifikasi kepadatan lalu lintas yang amat
tinggi.
6.
Meningkatkan
program pendidikan dan pelatihan, serta persyaratan kualifikasi bagi pengendara
kendaraan dan penjaga pintu perlintasan.
7.
Memperbaiki
sistem klasifikasi pintu perlintasan.
8.
Menyebarkan
bahan-bahan informasi kepada publik tentang aturan keselamatan pada pintu
perlintasan. Terakhir,
9.
Memberikan
prioritas yang tinggi pada anggaran penyempurnaan pintu perlintasan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Melihat dari banyaknya berbagai
macam kecelakan dalam dunia teranportasi di Indonesia dewasa ini memerlukan
adanya pengendalian manajemen tranportasi terutama pada bagaimana cara peran
control atau pengawasan dari pemerintah dan masyarakat sebagai pengguna
tranportasi. Di tambah lagi jika ditinjau dari beberapa informasi serta
data-data nyata dilapangan yang ada sekarang ini misalnya :
1. Kenyataan dilapangan
ditemukannya penggunaan suku cadang pada kereta api yang selama ini digunakan
ternyata lebih banyak menggunakan barang-barang bekas, dalam artian untuk
proses penggantian suku cadang komponen kereta api, hanya mampu sampai dengan
menggunakan suku cadanga yang sudah usang kemudian diperbaik lagi dan digunakan
kembali sebagai suku cadang pengganti. contohnya:
Ø Data yang diperoleh
dari PT KA menyebutkan bahwa untuk suku cadang roda kereta api yang digunakan
pada kereta api kelas ekonomi dan kelas bisnis rata-rata menggunakan suku
cadang roda kereta api bekas, yang dimana suku cadang ini di perbaiki dari roda
lama yang hanya kuat untuk 8 tahun diperbaiki kembali untuk pergunakan hingga
puluhan tahun.
Ø Kemudian beberapa gerbong kereta api yang
ada sekarang ini, bahkan merambak hingga kelas esekutif, ada beberapa gerbong
kereta yang dahulunya adalah gerbong kereta api lama yang sudah sangat usang kemudian
rombak kembali dibentuk sedemikian rupa hingga berbentuk gerbong kelas esekutif
dan pada akhirnya untuk di pergunakan kembali dengan label gerbong kereta api
yang baru.
2. Kenyataan dilapangan perlu adanya
peningkatan sumber daya dan peningkatan kapasitas tranportasi secara
keseluruhan dalam artian bahwa penigkatan sumber daya disini adalah dapat
meningkatkan kebutuhan transportasi dari segi jumlah armada yang ada, hingga
sampai dengan pemenuhan kapasitas suku cadang perbaikannya, dengan begitu armada
tranportasi yang digunakan merupakan armada yang paling terbaik untuk digunakan
sebagai alat transportasi dan ini akan berimbas pada penurunan tingkat resiko
kecelakaan yang ada pada alat tranportasi kereta api dan alat transportasi yang
lain.
Peningkatan
sumber daya juga dapat diartikan sebagai peningkatan sumber daya manusia,
misalkan sebagai berikut : pemerintah sebagai penentu kebijakan transportasi
harus dapat mengetahui secara keseluruhan bagaimana tingkat sumber daya manusia
yang bekerja pada pengolahan jasa transportasi apakah mampu bekerja dengan
baik, tidak hanya sesuai dengan prosedur pelayanan tranportasi tetapi juga
mampu memahami bagaimana cara pengendalian pencegahan timbulnya kecelakan ada
dengan mengurangi tingkat kesalahan yang di lakukan oleh manusia. Dengan
melakukan diklat-diklat untuk meningkatkan etos kerja dari para pelaku
pengelola jasa transportasi. Contoh perlunya peningkatan Sumber Daya Manusia
pada sektor pengelolaan transportasi di Indonesia :
KNKT (Komisi
Nasional Keselamatan Transportasi). Baru-bari ini melakukan beberapa kesalahan
yang sangat fatal, misalkan memberikan izin ketempat yang berbahaya bagi para
wartawan hanya untuk mencari berita yang paling terbaru, maka dari sini kita
dapat menyimpulkan bahwa KNKT memerlukan peningkatan kualitas kerja dengan
tidak mengabaikan keselamatan orang-orang yang bekerja untuk meningkatkan
kualitas transportasi serta para pengguna transportasi.
3. Keyataan di lapangan masih banyak
terdapat pungli-pungli (pungutan liar) pada sarana transportasi kereta api,
misalkan pada stasiun kereta api Rangkas – Belitung, penggelola jasa PT. KA
memberikan biaya tiket jurusan Rangkas ke Belitung sebesar Rp 1500-Rp 2000,
akan tetapi kenyataan yang ada di lapangan ternyata terdapat punggutan-punggutan
liar selain biaya tiket tersebut, sehingga biaya yang harus dikeluarkan oleh
satu orang penumpang mencapai Rp 2000-Rp 4000. Hal ini menunjukkan penggelolaan
pada stasiun tersebut masih jauh dari kesempurnaan peraturan yang ada.
Hal utama yang
harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas pengolahan transportasi kereta api
serta mampu menguranggi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan “PERAN PENGAWASAN”. Dalam hal ini peran
pengawasan dapat dilakukan baik oleh pemerintah dan masyarakat sebagai pengguna
jasa transportasi tersebut. Akan tetapi sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku di negara Indonesia ini, maka proposi utama dalam proses pengawasan dan
penanggung jawab utama adalah pemerintah, maka oleh karena itu pemerintahlah
sebagai penentu kebijakan dalam pengawasan dan penggelolaan transportasi.
Ditambah lagi
untuk mempercepat perbaikan transportasi yang ada saat ini, secara keseluruhan
perlu adanya perombakkan pada manajemen dasar dari penggelolaan trasportasi di
Indonesia, atau perlu dilakukannya “Reformasi Regulasi” dalam artian bahwa
perlu adanya perbaikan manajemen yang sangat buruk saat ini. Point utama yang
dapat dilakukan dalam waktu dekat ini adalah : perlu adanya evalusi yaitu
bagaimana peran dari pemerintah, terutama dalam menentukan arah kebijakan untuk
memperbaiki kualitas Sumber Daya dan kualitas sarana dan prasarana penunjang
transportasi di Indonesia..
Komentar
Posting Komentar